Optika.id - Sadarkah kita bahwa sebentar lagi sekitar 5 sampai 10 tahun ke depan akan terjadi perubahan yang sangat mendasar, dengan berlakunya metaverse. Perubahan ini akan berdampak di banyak bidang di antaranya adalah fashion, keuangan, pendidikan, otomotif dan properti.
Perubahan ini terasa belum dipahami banyak masyarakat Indonesia. Apabila metaverse berlangsung, maka siapapun di muka bumi ini akan terpengaruh oleh dinamikanya. Jika ada pertanyaan apakah mungkin kita bisa bertahan dari metaverse? Jawabannya adalah sebuah pertanyaan juga, apakah mungkin saat ini kita tidak menggunakan internet? Tentu akan sangat kesulitan.
Baca juga: Beberapa Platform Media Sosial Digugat Karena Krisis Kesehatan Mental Anak
Pemahaman kalimat di atas tentunya bermuara apakah itu metaverse?, menurut wikipedia metaverse adalah literasi dari bagian Internet dari realitas virtual bersama, seringkali sebagai bentuk media sosial. Metaverse dalam arti yang lebih luas mungkin tidak hanya merujuk pada dunia virtual yang dioperasikan oleh perusahaan media sosial tetapi seluruh spektrum augmented reality. Istilah metaverse ini muncul pada awal 1990-an, dan dikritik sebagai metode membangun hubungan masyarakat dengan menggunakan konsep spekulatif dan berlebihan. Metaverse murni berdasarkan teknologi yang ada. Metaverse sementara dianut oleh beberapa perusahaan teknologi seperti Facebook, Microsoft dan lain-lain. Kekhawatiran tentang dampak pada masyarakat modern ketika semua interaksi orang ke orang secara efektif otonom. Singkatnya, Metaverse adalah ruang virtual yang dapat diciptakan dan dijelajahi dengan pengguna lain tanpa bertemu di ruang yang sama. Metaverse ini adalah pola dinamika internet yang sebentar lagi akan melanda kita.
Istilah metaverse ini diinisiasi oleh novel fiksi ilmiah Neal Stephenson tahun 1992, Snow Crash, dalam ceritanya manusia diperankan dalam sosok karakter tertentu dalam dunia game, atau sering dikenal dengan istilah avatar. Semua manusia (dalam virtualnya digambarkan dalam avatar) berinteraksi satu sama lain dalam dunia maya perangkat lunak, dalam ruang virtual tiga dimensi yang menggunakan metafora dunia nyata. Stephenson menggunakan istilah metaverse untuk menggambarkan virtual reality yang terhubung dengan jaringan Internet. Cerita yang mirip dengan metaverse sebenarnya telah muncul dengan cerita fiksi cyberpunk sejak 1981 dalam novel True Names karya Vernor Vinge.
Imaginasi manusia hidup dan berinteraksi di dunia maya, pertama kali muncul dalam cerita pendek 'Burning Chrome' oleh William Gibson tahun 1982. Metaverse tidak seperti yang dikisahkan dalam konsep fiksi yang diperkenalkan di Neuromancer, yang ditandai dengan pemisahan Cartesian dari tubuh dan pikiran. Metaverse membuat penggunanya dapat mengakses lingkungan mayanya sambil tetap sadar akan dunia mereka. Mereka bisa berinteraksi, berdagang bahkan membeli barang digital di dunia mayanya. Hal ini bisa dibayangkan seakan main game online dengan semua manusia dunia. Tapi yang dimainkan bukan game dalam artian permainan yang tidak bermakna karena tidak ada regulasi. Tapi di metaverse ini regulasinya sangat jelas, kepemilikan harta kita dalam dunia maya akan mempunya sertifikat yang diakui seluruh dunia. Jika kita membeli barang di dunia metaverse kita meggunakan uang kita yang dikonversi ke uang yang bisa diterima di metaverse yaitu uang crypto.
Baca juga: Salah Hapus Pesan Whatsapp? Tidak Perlu Khawatir, Sekarang Ada Fitur “Accidental Delete”
Saat ini tahun 2021, Facebook mengubah namanya menjadi Meta untuk mencerminkan fokus barunya dalam membangun teknologi yang masuk dalam dunia metaverse. Tema yang diusung Facebok (Meta) adalah "internet yang diwujudkan di mana Anda berada dalam pengalaman, bukan hanya melihatnya." Selamat datang dunia maya yang beregulasi, persiapkan perubahan yang segera menerpa kita!
Oleh: Dr. Ir. Soegianto Soelistiono M.Sc (dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga)
Baca juga: 7 Keunggulan Facebook yang Tetap Eksis di Masyarakat
Editor: Amrizal
Editor : Pahlevi