Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Baca Juga: Percobaan Pembunuhan Ke 2 Terhadap Trump
Surabaya (optika.id) - Kita saat ini seperti ketenggengen dalam bahasa Jawa atau tercengang ketika menyaksikan nilai tukar Rupiah terhadap dolar jatuh. Kita terpaku kondisi melemahnya nilai tukar rupiah itu karena masih sibuk urusan politik pasca pilpres 2024. Namun mau tidak mau kita harus menerima kenyataan apa dampaknya melemahnya Rupiah itu bagi rakyat dan bangsa ini.
Seperti diketahui per tanggal 18 April 2024 ini Rupiah dibuka anjlok 76 poin atau 0,47% menjadi Rp16.251,5 per dolar AS. Indeks dolar AS naik 0,02% ke level 106,281.
Anjloknya nilai Rupiah itu sudah melampau batas psikologis kekuatan nilai mata uang kita, dan yang menariknya angka menurunnya nilai Rupiah yang lebih dari Rp 16.000 itu hampir sama dengan puncak anjloknya nilai Rupiah pada tahun 1998 dimana nilai Rupiah jatuh pada angka Rp16.650 yang berakibat krisis moneter dan menjadikan angka ini sebagai nilai terendah Rupiah sepanjang sejarah Indonesia hingga saat ini. Kondisi tahun 1998 itu juga yang menyebabkan krisis ekonomi dan jatuhnya pemerintah Suharto.
Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Juga Dipecah – Belah Seperti Parpol
Persoalan naik turunnya nilai Rupiah bukanlah persoalan sederhana. Banyak faktor yang menjadi penyebab terhadap pelemahan nilai Rupiah baik dari sisi internal maupun eksternal. Kondisi ekonomi sebuah negara juga menjadi salah satu hal penting yang menjadi penyebabnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tingginya nilai dolar yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah itu akan menyebabkan inflasi nantinya naik, terutama terhadap barang-barang yang bahan baku produksinya dari impor. Diperburuk dengan harga minyak mentah dan biaya logistik naik akibat jalur perdagangan di kawasan Timur Tengah terganggu perang. Impor akan terpengaruh dari segi kita karena net importir minyak. Kenaikan harga minyak mentah ini bisa berpengaruh terhadap harga pangan. Sebab, biaya logistik berpotensi naik dan memperburuk tekanan inflasi di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ini juga akan membuat harga minyak mentah mengalami kenaikan sampai US$100 per barrel dan ini akan membuat impor minyak Indonesia membengkak. Indonesia adalah salah satu importir minyak mentah terbesar di Asia.
Selain inflasi, kenaikan harga minyak mentah dunia juga akan terus mengikis anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah, sebab beban subsidi energi akan bertambah menyebabkan ruang fiskal pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat sedikit banyak terganggu.
Baca Juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, industri makanan dan minuman di Indonesia masih banyak yang membutuhkan bahan baku impor untuk produksi. "Kita banyak sekali bahan baku yang harus kita impor dan tentu akan berpengaruh terhadap harga pokok produksi kita. Meskipun kita ada ekspor juga. Kalau industri mamin total ekspor kita sekitar 11 miliar dolar. Impor kita cukup banyak untuk bahan baku. Ini yang sangat berat. Belum biaya logistik meningkat. Tadi kita bicara dengan asosiasi terigu juga mereka katakan akan mengganggu logistik sehingga dikhawatirkan akan ada peningkatan biaya. Ini yang harus kita antisipasi," katanya di kantor Kemenperin, Selasa (16/4/2024).
Melemahnya nilai Rupiah itu dipicu banyak faktor antara lain adanya sejumlah perkembangan global, salah satunya sentimen terkait rilis data fundamental AS, di mana inflasi dan penjualan ritel tercatat berada di atas ekspektasi pasar. Perkembangan data di AS tersebut semakin menunjukkan bahwa ekonomi negara itu masih cukup kuat. Selain itu, pelemahan rupiah kata Edi juga dipengaruhi oleh memanasnya konflik di timur tengah khususnya konflik Iran-Israel serta perang Rusia-Ukraina.
Editor : Pahlevi