Pertahanan Laut: Perlu Reformasi Doktrin?

author optika

- Pewarta

Rabu, 19 Mar 2025 14:12 WIB

Pertahanan Laut: Perlu Reformasi Doktrin?

Optika.id - Sebagai garda terdepan pertahanan negara, persoalan-persoalan melingkupi di aspek pertahanan maritim yang diemban oleh TNI Angkatan Laut. Indonesia yang memegang peran krusial di Indo Pasifik dengan menaungi belasan ribu pulau dari Sabang-Merauke, Miangas-Rote memiliki persoalan-persoalan strategis seperti titik panas di Laut Natuna Utara dan perbatasan-perbatasan maritim dengan negara tetangga yang harus dijawab dengan doktrin pertahanan yang cenderung berorientasi pada pertahanan berbasis darat sejak era pasca-kemerdekaan.

Sejauh ini Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) dan Sistem Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) adalah dua doktrin yang menjadi landasan utama kebijakan pertahanan Indonesia di laut.

Hankamrata yang melekat pada doktrin lain seperti Tri Ubaya Cakti pada era Suharto dan menekankan keterlibatan seluruh rakyat dalam upaya mempertahankan negara, terutama di wilayah darat saat ini perlu ditinjau relevansinya. Terutama Indonesia telah berubah total situasi dan kondisinya jika dibandingkan era revolusi dan pasca-kemerdekaan.

Baca Juga: Persebaya Matangkan Sistem Pertahanan

Saat ini ancaman utama justru melebar menjadi multidimensi, baik dari aspek agresi militer asing seperti konflik Laut Cina Selatan (LCS) menggunakan berbagai macam piranti maupun pemberontakan internal seperti separatisme di Papua.

Adapun SPLN yang menjadi garda terdepan menitikberatkan dua matra AL dan AU justru menekankan bahwa benteng pertahanan pertama Indonesia adalah lautan yang melingkupinya kendati secara implementasi, fokus, dan sumber daya lebih banyak diarahkan pada matra darat.

Pertahanan Indonesia Masih Darat-Sentris

Hankamrata menekankan dua aspek penting dalam peperangan yang kebanyakan bertempat di darat: (1) partisipasi rakyat dalam perang termasuk penyiapan berbagai komponen mulai dari komponen utama, cadangan, dan pendukung; (2) aspek teriorialisme hankamrata yang efektif pada saat melawan kembalinya Belanda memerintah di Indonesia serta konfrontasi militer di Timor Timur pada medio 1975an, doktrin ini berhasil mengonsolidasi kekuatan rakyat di bawah kendali militer dan saat ini.

Hankamrata menghasilkan prinsip yang disebut teritorialisme yang saat ini dapat dilihat dari pembagian hierarki tentara di segala lini mulai dari Kogabwilhan, Kodam, Koarmada, dan Koopsud.
Imbas dari pertahanan yang dianggap terlalu darat sentris menimbulkan kecenderungan strategi lain yang mengekor pada doktrin dari pertahanan darat. SPLN kemudian cenderung melihat medan lautan Indonesia laiknya arena peperangan di dalam hutan seperti di strategi gerilya yang ada dalam sishankamrata.

Cara-cara kerja kapal-kapal perang kebanggaan kita, sama halnya seperti seorang prajurit infanteri yang sedang hide and seek di antara pulau-pulau yang dimiliki Indonesia. Pembagian armada dan pangkalan Angkatan Laut juga sama seperti AD dengan struktur seperti Kodam, Korem, Kodim, dan Koramil: terdapat Armada, Lantamal, hingga Lanal. Mobilitas terbatas, kurangnya efisiensi dalam koordinasi, ancaman multidimensi di laut, fokus pada operasi jarak jauh yang berkurang, kekakuan dalam penggunaan sumber daya, dan adaptabilitas terbatas terhadap dinamika global.

Dalam penerapannya, SPLN justru menunjukkan belum optimalnya posisi laut sebagai kerangka pertahanan Indonesia.

Penganggaran TNI AL masih kalah jauh dibandingkan matra darat. Data Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa pada tahun 2023, dari total anggaran pertahanan sebesar Rp134,3 triliun, sebagian besar masih dialokasikan untuk AD, dengan hanya sekitar 26% untuk masing-masing AL dan AU. Padahal kebutuhan akan infrastruktur maritim mendesak dalam rangka memberikan dukungan pada operasi-operasi pertahanan laut jarak jauh. TNI AL saat ini masih kekurangan kapal jenis fregat, kapal selam, dan kapal pendukung untuk menjalankan operasi di wilayah-wilayah terpencil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

TNI AL berada di peringkat 16 pada Global Firepower dalam hal kekuatan maritim global, jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Tiongkok di peringkat 2 dan Australia di peringkat 15.

Strategi Darat Tak Lagi Relevan

Dengan dinamika ancaman maritim yang semakin dinamis dan kompleks, Indonesia perlu meninjau ulang pelbagai pelanggaran batas wilayah laut oleh kapal-kapal asing, illegal, unreported, unregulated fishing oleh nelayan asing, hingga ketegangan yang terus meningkat di LCS. Pada tahun 2020, TNI AL harus berhadapan dengan kapal-kapal Tiongkok di perairan Natuna, salah satu wilayah strategis yang kaya akan sumber daya alam terutama minyak dan gas.

Kelemahan SPLN semakin terbuka dengan minimnya perhatian terhadap pengembangan strategi kemaritiman yang sampai sejauh ini dikoordinasikan oleh sebuah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi.
Dominasi wacana darat yang inward leaning berbanding terbalik dengan kebijakan berbasis maritim yang justru outward looking.

Melihat potensi konflik yang meningkat di wilayah laut belum mendapatkan perhatian yang cukup dan pasifnya kebijakan luar negeri Indonesia pada isu-isu maritim juga regresif dengan agresivitas negara-negara di kawasan LCS. Agaknya kepekaan pemerintah pada transformasi ancaman global dan dinamika geopolitik di kawasan Indo-Pasifik mendesak segera adanya pembaruan doktrin pertahanan Indonesia.

Transformasi harus segera dilakukan oleh Kemenhan dan Mabesal, terutama dalam mewujudkan strategi yang jauh lebih adaptif terhadap zaman daripada Hankamrata maupun SPLN. Selain fleksibel dengan situasi pada perang yang semakin asimetris dan ancaman yang beragam sampai pada perang siber di laut, TNI AL perlu kontinu mengawal visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 silam.

Indonesia perlu memproyeksikan diri kembali sebagai kekuatan maritim regional yang disegani, termasuk upaya TNI AL bertransformasi green water navy menjadi blue water navy yang memiliki kapabilitas seperti AL negara maju.

Sejalan dengan visi Indonesia Maju pada tahun 2019 dan diteruskan oleh Presiden Prabowo 5 tahun ke depan, SPLN dapat diarahkan pada pertahanan yang proaktif tidak hanya sebatas pada laut teritorial namun juga dapat menghadapi ancaman yang lebih dinamis dan kompleks di lautan lepas. Agenda pemerintahan berikutnya tampak sudah jelas: penguatan kapasitas AL. Jalesveva jayamahe!


Oleh: Probo Darono Yakti (Direktur Center for National Defence and Security Studies, Deputi Direktur Program Emerging Indonesia Project, Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU