Survei: Crazy Rich Asia 'Lebih Pelit' dari Para Sultan Amerika dan Eropa

Reporter : Denny Setiawan
dok. Film Crazy Rich Asia

Optika.id - Survei Wealth-X, perusahaan periset kekayaan pengusaha dunia, menunjukkan bahwa crazy rich di Asia terus membuntuti kedermawanan para sultan di kawasan Amerika Utara dan Eropa.

Menurut survei tersebut, jika digabungkan, orang-orang tajir-melintir di Asia dengan kekayaan setidaknya US$30 juta setara Rp431 miliar, menyumbang sekitar US$21,5 miliar setara Rp309 triliun pada 2020.

Baca juga: PDIP Sebut Serangan Fajar Tidak ‘Laku’ dalam Pemilu

Jumlah tersebut, sekitar 12 persen dari dana filantropi yang dikumpulkan orang-orang superkaya dunia. Jumlah dana yang disumbangkan crazy rich Asia itu jauh lebih rendah daripada dana filantropi yang disumbangkan oleh para sultan di Amerika Utara dan Eropa.

Pada tahun yang sama, orang-orang superkaya di Amerika Utara menggelontorkan US$90,5 miliar setara Rp1,302 triliun untuk kegiatan filantropi, sementara para sultan Eropa menggerojokkan uang sebesar US$52 miliar sekitar Rp748 triliun untuk kegiatan amal.

Data itu tentu memunculkan pertanyaan karena sebagian penduduk di Asia masih banyak yang masuk dalam golongan miskin, apalagi jumlah orang-orang superkaya di Asia 15 persen lebih banyak dari Eropa.

Survei Wealth-X juga memberi penjelasan kemungkinan penyebab crazy rich Asia 'lebih pelit' daripada kolega mereka di Amerika Utara dan Eropa. Salah satunya, kemungkinan adalah faktor sektor amal di Asia yang kurang berkembang.

"Sebagian karena budaya dan peraturan, ruang lingkup faktor nirlaba kurang berkembang, meskipun sekarang berkembang pesat," demikian bunyi laporan Wealth-X, dikutip Optika.id, Jumat (28/1/2022).

Faktor lain adalah usia para orang-orang superkaya di Asia. Laporan itu menyebut rata-rata usia crazy rich Asia jauh lebih muda.

"Gambar lain adalah bahwa populasi orang-orang kaya di kawasan itu (Asia) secara substansial lebih muda daripada di Amerika Utara dan Eropa," dalam laporannya.

Laporan itu menambahkan, analisis sebelumnya menunjukkan bahwa secara tradisional, keterlibatan filantropi cenderung meningkat seiring bertambahnya usia.

Menurut data riset itu, usia rata-rata pendonor ultrakaya di Asia adalah 60,3 tahun, lebih muda dari Amerika Utara, 68 tahun, dan Eropa 63,9 tahun.

Baca juga: Harga Tiket Dinaikkan, Awstar Labuan Bajo: Konservasi Bukan Hanya Tentang Uang

Survei itu juga menyebut bahwa pendidikan menjadi sektor penerima sumbangan paling banyak, sekitar 47,3 persen hingga 62 persen dari semua sumbangan di Amerika Utara, Eropa, dan Asia.

"Di Asia, khususnya, filantropi yang ditujukan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan, standar pengajaran, dan kesempatan belajar jauh melebihi semua sektor lainnya," kata laporan itu.

Secara keseluruhan, kelas ultrakaya global diperkirakan telah memberikan total US$175 miliar sekitar Rp2,518 triliun untuk kegiatan filantropi, jumlah yang "kira-kira setara dengan semua pengeluaran pemerintah federal AS untuk pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan sosial tahun itu. "

Bila sesuai perkiraan jumlah orang ultrakaya di dunia sekitar 296.930 --atau hanya 1,1 persen populasi jutawan dunia, maka rata-rata sumbangan tiap orang kaya ini adalah US$590 ribu atau sekitar Rp8 miliar.

Survei Wealth-X juga menyebut bahwa total sumbangan orang kaya-raya tumbuh 4,1 persen setiap tahun. Peningkatan kedermawanan ini jauh lebih lambat daripada pertumbuhan kekayaan mereka.

Baca juga: Kronologi Transaksi Uang Ilegal Rp 5 Miliar  di Tol Gedeg Mojokerto

Menurut Wealth-X, pada tahun 2021, kekayaan orang super kaya diperkirakan tumbuh sebesar 54 persen dari 2016 dan hampir dua kali lipat dari satu dekade lalu.

Namun, menurut laporan itu, peningkatan sumbangan orang-orang ultrakaya itu melebihi rekan-rekan mereka yang kurang mampu, serta lembaga dan yayasan publik.

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru