Sajak Adnan Guntur dan Denny Sofiastuti

Reporter : optikaid
Sajak Adnan Guntur dan Denny Sofiastuti

Sajak Adnan Guntur
DI SANA, HUTAN MEMILIKI SAJAK DAN MUSIK*

di sana, hutan memiliki sajak dan musiknya sendiri, lampu-lampu gelap
masa silam semakin putih, diantara awan dan gagap matahari, tubuhku tumbuh seperti kebencian dan kain kafan yang melipat kembali nyanyian
dimana kita dapat mengenali orang-orang yang demam menganyam listrik, sayangku?
kakimu terbaring menuju puncak yang gelap, mendorong brankas, pelayaran ataupun pelabuhan, jauh menapaki hutan kesepian
jalan kian lurus menuju udara yang dingin, persimpangan, menyeluruhi seluruh ingatan, ulat-ulat menggeliat ditelingaku

Baca juga: Kartini Zaman Now

Surabaya, 2022

HUJAN YANG KIAN MENGERING
kuminum jembatan layang dari bayang-bayang seekor naga, bau amis tubuhmu, membawaku kepada langit sore yang ditinggalkan lampu dan sepasang lampion
kau kurung langit dengan dengan burung yang memasangi dirinya sendiri seperti mahkota, diluar ingatan, orang-orang tak melihatmu, memandang langit, menatapi kesakitan-kesakitan dari telapak tangan matahari
di tepi jalan, udara dingin dan pohon-pohon semakin tua menepuki ingatan dengan dendam dan kesedihan, tubuh putihku melintas menghembus dirinya ke selatan
tak ada jejak, kota-kota mengayunkan dirinya sendiri, membawa suara, menjatuhi dirinya seperti meteor dan hujan yang kian mengering.
Surabaya, 2022

Sajak Denny Sofiastuti
SULUK SANG GURU

Anakku
jika pertemuan masih serupa garis bayangan
maka kesejahteraanmu adalah harapan
meski matahari menutup rindu
namun masih ada celah bayanganmu

Baca juga: Hijab Buat Nenek

Anakku ..
dalam malam gelap yang membisu
kututup erat telingaku
kuusap jelaga pilu rinduku
namun celoteh riuh itu
senantiasa mengejarku.
Agar jejak-jejak indah itu
tak hanyut dalam pilu
kutulis nada rindu ini untukmu
rembulan sebagai saksi bisu

Jika masih ada asa
mendungpun senantiasa bicara
dia kan berpesan pada mentari
tuk beri setitik hujan di pagi hari
bagi secercah harapan pada negeri

Meski mentari samar menutup rindu
tak segan kusapa nama-namamu
hendak kutitip puisi ini
kualamatkan pada bumi
seperti doa kupanjatkan bersama mimpi
meski tanpa tanda baca dan irama
namun masih terasa penuh makna
canda ria masih terasa
asa dan cita terukir indah di sana

Baca juga: Setetes Air

Anakku ..
jika pertemuan masih serupa garis bayangan
izinkan aku mengayuh angan
dan secercah harapan
Ketika kau belum mampu berbagi
Goreskan ujung runcing penamu di sini
di bumi pertiwi
agar kau bisa berbagi menu elegi
yang kelak akan jadi energi
buat bekal jiwa esok pagi

Surabaya, 02 Mei 2020
Curahan kerinduanku pada suasana PTM saat menapaki WFH di masa Pandemi Covid-19

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru