Optika.id - Indonesia patut puas dengan angka penurunan stunting yang mulai menunjukkan kemajuan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan penurunan prevalensi angka stunting di Indonesia yang selisih 3,27ri tahun 2019 ke tahun 2021. Adapun angka tersebut didapatkan dari Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia atau SSGBI.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BKKBN, Hasto Wardoto mengatakan jika hasil SSGBI menunjukkan pada tahun 2019 angka prevalensi berada di titik 27,67% sementara pada tahun 2021 berada pada angka 24,40%.
Baca juga: BRIN Jelaskan Penanganan Stunting Secara Efektif
Hal ini berarti upaya dan intervensi yang telah dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga selama ini telah menunjukkan hasil yang baik, kata Hasto dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional BKKBN tahun 2022, di Gedung BKKBN Halim 1, Jakarta Timur, Selasa (22/2/2022).
Hasto telah menerima target penurunan angka stunting di Indonesia pada tahun 2024 yaitu 14%. Namun, menurut Hasto, pihaknya tetap membutuhkan dukungan dan bantuan dari semua pihak untuk menyukseskan percepatan penurunan stunting di Indonesia karena periode kini tidak mencapai tiga tahun.
Hasto menambahkan jika angka prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi sedangkan waktu efektif yang dimiliki hanya tersisa 2,5 tahun saja untuk mencapai target tersebut.
Menurut Hasto, ada lima daerah prioritas dalam penurunan stunting. Kelima daerah tersebut ialah provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.
Hasto mengungkapkan, daerah tersebut menjadi prioritas bukan karena angka persentase yang tinggi. Namun, jumlah nominal yang terdata masih terbilang banyak.
Bukan angka persentase tinggi stunting-nya tapi banyak, Jawa Barat (jumlahnya) 1 juta sendiri, karena daerah tersebut penduduknya banyak, ucap Hasto.
Hasto menyebut, pihaknya telah menyusun dan menetapkan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang dikenal dengan RAN-PASTI. RAN-PASTI ini meliputi delapan aksi.
Baca juga: BKKBN: Seluruh Pemda se-Indonesia Wajib Terlibat Tangani Stunting
Hasto menjabarkan, delapan aksi tersebut ialah penyediaan data keluarga resiko stunting, pendampingan keluarga resiko stunting, pendampingan calon pengantin/calon PUS, surveilans keluarga stunting, audit kasus stunting, perencanaan dan penganggaran, pengawasan dan akuntabilitas, dan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Menurut Hasto, kini pihaknya sedang membentuk TPPS Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota. Selain TPPS, pihaknya juga telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk penanganan stunting sebanyak 200 ribu tim.
Adapun masing-masing tim beranggotakan tiga orang yaitu bidan, kader PKK dan kader KB. TPK ini tersebar di seluruh pelosok desa/ kelurahan di Indonesia dengan total berjumlah 600 ribu orang. Dalam waktu dekan akan segera melakukan launching Indonesia bebas stunting dan screening tiga bulan pra-nikah.
BKKBN telah menyelesaikan Pendataan Keluarga tahun 2021 atau yang dikenal dengan PK 21. PK 21 ini dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia pada tanggal 1 April sampai dengan 31 Mei 2021.
Baca juga: Bupati Lamongan Launching Ferrameg Untuk Cegah Stunting
Hasil PK 21 menunjukkan data terkini sebanyak 68.478.139 keluarga, yang mencakup data tentang individu keluarga, baik mengenai umur perkawinan, jumlah anak, kesertaan ber-KB, kondisi rumah serta data keluarga resiko stunting. Hasto melihat, data tersebut tentunya sangat bermanfaat untuk dipergunakan dalam penetapan sasaran program karena berupa data keluarga by name by addres.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi