BRIN Jelaskan Penanganan Stunting Secara Efektif

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 28 Jul 2023 14:13 WIB

BRIN Jelaskan Penanganan Stunting Secara Efektif

Optika.id - Stunting merupakan pekerjaan rumah pemerintah yang masih belum terselesaikan, bahkan di penghujung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, penanganan stunting ini tak hanya dibebankan kepada pemerintah saja, melainkan juga masyarakat.

Baca Juga: Pengambilan Air Tanah Berlebih Akibatkan Banjir Rob dan Penurunan Tanah

Menurut Peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Oktriyanto, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah stunting.

Persiapan atau pencegahan pertama dimulai sebelum masa pernikahan. Perhatikan aspek fisik, sosial-ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya pada pasangan. Sehingga, orang tua bisa dan siap memberikan pengasuhan yang layak dan baik kepada anak di kemudian hari.

Selanjutnya, orangtua memerhatikan fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sejak pembentukan janin hingga anak berusia dua tahun, ungkap dia dalam keterangan tertulis, Jumat (28/7/2023).

Oktriyanto menyebut jika HPK merupakan periode kritis ketika fisik dan otak anak tumbuh serta berkembang dengan pesat. Maka dari itu, HPK berdampak panjang bagi kesehatan dan kecerdasan anak di masa depan.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh ibu selama masa kehamilan untuk menjaga anaknya. Di antaranya adalah melakukan kegiatan yang menyenangkan, memenuhi kebutuhan gizi, hingga memeriksa kehamilan secara rutin. Di sisi lain, dibutuhkan juga peran suami di masa ini agar janin berkembang secara optimal.

Kemudian, orang tua juga perlu memerhatikan masa kelahiran yang terjadi antara 0 6 bulan dengan memperhatikan beberapa hal seperti persalinan, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan pemberian ASI eksklusif hingga anak berusia enam bulan.

Menginjak usia anak 7 24 bulan, orang tua perlu mengenalkan makanan pendamping ASI (MPASI) kaya akan gizi seimbang diikuti pemberian vitamin dan imunisasi lengkap. orang tua juga perlu menstimulasi tumbuh kembangnya dan anak juga diasuh secara positif sesuai dengan tahapan usianya.

Baca Juga: Peserta Pemilu 2024 Diminta Edukasi Masyarakat Soal Quick Count

"Berdasarkan data Riskesdas 2018, anak usia 6-23 bulan yang mendapatkan proporsi makanan beragam baru 46,6%. Artinya, pemahaman terkait makanan beragam di Indonesia masih cukup rendah," terang dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penurunan Stunting

Dalam keterangan yang sama, Ni Ketut Aryastami selaku Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat menilai jika penurunan stunting bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pendapatan keluarga. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi makro tidak bisa menurunkan prevalensi stunting.

Di sisi lain, intervensi gizi spesifik pun hanya mampu menekan angka stunting sebesar 30% saja.

Baca Juga: Bicara Keamanan Siber: Ganjar Ingin Kuatkan BSSN

"Spesifik di sini khusus hanya terkait kesehatan.Intervensi gizi sensitif menjadi penting dengan melibatkan lintas sektor secara terintegrasi dan simultan," ucapnya.

Menurutnya, Indonesia bisa menyelesaikan dan terbebas dari stunting dengan cara menyediakan dana sebesar Rp1 miliar untuk dana desa agar digunakan sebagai peningkatan gizi masyarakat. Lebih lanjut, dana tersebut bisa digunakan untuk revolusi gizi, pemberdayaan hidup sehat, dan pemanfaatan pangan lokal.

Lebih lanjut, dia menilai jika stunting semestinya tidak terjadi dengan pangan dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia. pasalnya, beberapa daerah mempunyai tradisi pola makan dan kebiasaan baik yang dapat mencegah stunting.

Dia berharap kepada masyarakat, terutama yang menjadi orang tua agar anak tidak dijadikan korban kebiasaan makan keliru yang dipelajari dari orangtua. Selain itu, tata kelola pangan dan literasi gizi yang kurang di tingkat lokal juga perlu menjadi perhatian.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU