Optika.id - Salah satu alasan penundaan pemilu 2024 dikhawatirkan mengganggu pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Founder lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio pun angkat bicara.
Dia mengaku tak habis pikir mengapa COVID-19 dijadikan 'kambing hitam' wacana penundaan pemilu 2024. Padahal, lanjutnya, pemerintah sempat mengklaim berhasil menangani pandemi COVID-19.
Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
"Yang paling saya sedih, dengan orkestrasi penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan atau 3 periode ya, hal-hal yang ada kaitannya dengan penguasa yang terus-menerus berada di kursi empuknya itu, saya menilai ini sebuah gerakan yang menganggap remeh, menganggap remeh kepandaian atau kepintaran rakyat Indonesia. Karena alasannya itu lho ekonomi, yang bener aja. Terus kemudian COVID, alasan ini. Katanya pemerintah ini paling berhasil penanggulangan covid-nya, tapi giliran begini-begini COVID dijadikan alasan," ujar Hendri dalam diskusi virtual di kanal YouTube Survei KedaiKopi seperti dikutip Optika.id, Senin (7/3/2022).
Hensat sapaan akrabnya, menganggap ide penundaan Pemilu 2024 sebagai 'orkestrasi'. Bahkan, dia juga menganggap para penggerak ide penundaan pemilu berencana mengkudeta KPU, lembaga yang berwenang menetapkan jadwal pemilu.
"Kenapa saya katakan jahat, karena bukan hanya mengkudeta Komisi Pemilihan Umum yang secara sah, lembaga negara yang berhak menyelenggarakan pemilu dan sudah menentukan jadwal pemilu 14 Februari 2024, tetapi juga mengakibatkan beberapa hal yang menurut saya besar sekali efeknya buat negeri ini," kata dosen Universitas Paramadina itu.
Hensat pun menilai penggerak wacana penundaan Pemilu 2024 tak hanya meremehkan masyarakat Indonesia. Menurutnya, penggerak wacana itu secara tidak langsung juga meremehkan tokoh-tokoh yang berpotensi jadi Presiden RI setelah Jokowi.
"Kemudian kesedihan saya yang kedua adalah aktor intelektual dari orkestrasi penundaan masa jabatan perpanjangan atau penundaan pemilu ini mereka menganggap remeh kemampuan keahlian atau kepandaian pemimpin-pemimpin setelah Jokowi," ujarnya.
Presiden Jokowi pun tak boleh 'lembek' dengan wacana penundaan pemilu. Hensat mengusulkan jika Presiden Jokowi enggan menyampaikan langsung penolakan atas usul penundaan pemilu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin saja yang mengutarakan.
"Pak Jokowi harusnya ngomong saja bahwa pemilu akan dilangsungkan 14 Februari 2024 itu, minimal akan langsung meredakan usaha-usaha itu. Ketegasan Presiden belum terlihat sampai saat ini, makanya saya usul juga gitu kalau Pak Presiden tidak mau bicara, ya Pak Wapres saja, mumpung panggungnya kosong itu terus tampil ke publik mengharapkan, 'bahwa saya tidak setuju penundaan pemilu dan saya dukung KPU untuk melaksanakan pemilu di 14 Februari 2024'," kata Hensat.
Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid mempertanyakan sikap segelintir Ketua Umum parpol yang menyuarakan wacana penundaan gelaran Pemilu 2024 mendatang. Anwar Hafid menegaskan DPR bersama pemerintah dan KPU sudah satu suara dan ketok palu gelaran Pemilu pada 14 Februari 2024.
"Pemerintah, DPR, dan KPU sudah sepakati bersama tanggal 14 Februari 2024 itu akan dilakukan Pemilu dan Pilpres, dan tetap UU Pilkada tidak dilakukan revisi sehingga akan dilaksanakan Pilkada 27 November 2024," kata Anwar Hafid dalam keterangannya, Minggu (6/3/2022).
"Tidak ada satu partai politik pun yang menolak tanggal 14 Februari 2024 sebagai tanggal pemilu, namun ini kok tiba-tiba wacana ketua umum beberapa partai mewacanakan penundaan?" ujarnya. Anwar mengungkit soal tak ada satu fraksi pun di DPR yang menolak penetapan tanggal Pemilu tersebut. Lantas dia mempertanyakan usulan penundaan pemilu yang tiba-tiba muncul dari elite parpol yang punya kursi di parlemen.
Anwar menyebut, jika saja konstitusi diubah dan memperbolehkan perpanjangan masa jabatan presiden, dia tetap tak sepakat soal wacana 3 periode. Dia mendorong anggota Dewan memiliki sikap tegas yang menolak wacana perpanjangan jabatan presiden itu.
"Kalaupun konstitusi diubah dan membolehkan perpanjangan masa jabatan, saya tidak mau tiga periode. Saya kira ini harus menjadi sikap bersama para anggota Dewan untuk menegaskan penolakan terhadap wacana perpanjangan kekuasaan dalam bentuk apa pun," katanya.
Diketahui, tiga fraksi di DPR RI setuju pemilu ditunda. Ketiga fraksi tersebut adalah Partai Golkar, PKB, dan PAN.
Sementara itu, yang menolak pemilu ditunda ada enam fraksi. Dari partai koalisi adalah PDIP, Gerindra, NasDem, dan PPP, sedangkan dari oposisi ada Partai Demokrat dan PKS.
Wacana penundaan Pemilu 2024 awalnya dicetuskan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Wacana penundaan pemilu ini bakal bermuara terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Begini peta kekuatannya jika dilihat dari kursi yang dimiliki partai koalisi di DPR:
Koalisi Setuju Pemilu Ditunda:
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
- Partai Golkar: 85 kursi
- PKB: 58 kursi
- PAN: 44 kursi
- Total: 187 kursi
Koalisi Tidak Setuju:
- PDIP: 128 kursi
- Partai Gerindra: 78 kursi
- Partai NasDem: 59 kursi
- PPP: 19 kursi
Baca juga: Meski Tak Ikut Kontestasi Pilgub, Pengamat Prediksi Karier Anies Tak Meredup!
- Total: 284 kursi
Oposisi Tak Setuju:
- Demokrat: 54 kursi
- PKS: 50 kursi
- Total: 104 kursi
Dengan demikian, jumlah kursi di DPR yang menolak penundaan Pemilu 2024 menjadi 388 kursi, jauh lebih banyak dibanding pendukung penundaan. Seperti diketahui DPR memiliki total 575 kursi.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi