Pakar IT Unair Tantang Luhut Diskusi Terbuka tentang Big Data Penundaan Pemilu 2024

Reporter : Aribowo
Pakar IT Unair Tantang Luhut Diskusi Terbuka tentang Big Data Penundaan Pemilu 2024

Optika.id. Pakar sistem informasi dan teknologi digital (IT) dari Fakultas Saintek Universitas Airlangga (Unair), Dr Soegianto Soelistiono, menantang Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menkominves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP), dan tim ITnya untuk debat terbuka, jika perlu sekala nasional. Tantangan itu diunggah Soegianto melalui link https:https://www.facebook.com.profile.php?id

Soegianto menganggap banyak hal yang gelap dan tidak transparan dari yang diungkap LBP tentang 110 juta jiwa dari berbagai media sosial yang, konon, menyayangkan anggaran 100 triliun lebih untuk pemilu serentak 2024. Perkataan dan pendapat masyarakat dalam big data itulah dijadikan kesimpulan LBP bahwa masyarakat Indonesia menyetujui penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Baca juga: Rapat Pleno Rekapitulasi Nasional Pemilu 2024 Ditunda, Kenapa?

Jika ada yg bisa membuat saya bertemu dan bertanding dengan team IT beliau disorot media nasional sangat bagus sekali. Agar semua jadi terang benderang, katanya lebih detil kepada Optika.id, lewat WhatsApp, Minggu 20/3/2022. Lebih jauh Soegianto jelaskan bahwa big data itu data menta yang harus diolah. LBP katakan big data berisi percakapan sekitar 110 juta tersebut adalah jenis data apa? 

ini yang harus didibuka didepan publik, urainya.

Soegianto merasa tergelitik atas wacana big datanya LBP. Lebih jauh lagi big data yang tidak transparan itu justru digunakan untuk rekayasa politik besar yaitu penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Dosen Unair yang aktif menjadi juri diberbagai kompetisi matematika dan ilmu alam ahasiswa secara nasional itu pernah melakukan kritik tajam kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) dalam pemilu 2019. Dia menganggap sistem IT KPU tidak transparan dan sampai hari ini dianggap menyimpan misteri besar.

Tentang big datanya LBP yang kontroversial itu Soegianto mengajukan berbagai pertanyaan awal: (1) Datanya diambil dari mana ? Apakah sosial media ? (2) Proses melakukan penggalian data yang diduga berantakan, sebenarnya ini inti variabel yang dianalisa variabel apa ? (3) Apakah mereka menggunakan metode mencuplik langsung secara manual ? (tentu tidak mungkin), apakah mereka menggunakan statistik, atau menggunakan Sistem Cerdas seperti Machine Learning? Tulisnya dengan kalimat kritis.

Wacana Big Data dari LBP

Sebagaimana kita ketahui wacana kontroversial tentang bg data berkaitan dengan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dari Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), Kemenko Marves. Menurut LBP big data kira-kira berisi 110 juta dari percakapan masyarakat yang menyayangkan dana Rp 100 triliun lebih untuk pemilu, katanya dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat, Jumat (11/3/2022).

 Kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah, kisah LBP di depan Deddy Corbouzier.

Isi big data tersebut disimpulkan LBP sebagai pendapat kritis masyarakat tentang pemilu 2024 yang bakal menelan biaya Rp 100 triliun. Pemilu 2024 dianggarkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebesar Rp 100 triliun disayangkan oleh masyarakat dalam big data tersebut.

Katanya, kita coba tangkap dari publik, yaitu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak, kisahnya yang menggambarkan masyarakat menyayangkan hal tersebut.

Baca juga: Bawaslu Tangani 46 Kasus Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024

Lebih jauh LBP mendeskripsikan bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan, katanya.

Ya itu rakyat ngomong. Nah, ceruk ini kan ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar, ada di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kan dia akan lihat, mana yang mendengar suara kami, kilahnya.

Menanggapi pendapat tersebut pengamat politik dari Pasca Sarjana Fisip Universitas Brawijaya, Dr Abdul Aziz, menganggap LBP telah melakukan logical fallacy (kesalahan logika) dalam metodologi. 

Siapa pun disodorkan dengan isu uang Rp 100 triliun lebih bakal dihabiskan maka cenderung disayangkan, ditolak, kata Aziz. Menurutnya antara masyarakat menyayangkan uang untuk pemilu Rp 100 trilun dengan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan dua hal berbeda, urai Aziz kepada Optika.id lewat WhatsApp, Sabtu 12/3/2022.

Masyarakat dalam big data yang menyayangkan uang Rp 100 triliun lebih untuk pemilu 2024 tidak bisa diartikan sebagai rakyat ingin menundah dan memperpanjang jabatan presiden,

Baca juga: Ahmad Labib, Wajah Baru Golkar yang Lolos ke Senayan dari Dapil Jatim X

Menurut Aziz, LBP harus baca pemilu langsung sejak 2004 hingga saat ini menelan biaya besar sekali. Triliunan. Tapi masyarakat tetap berpartisipasi. Pileg (pemilu legislative) dan pilpres (pemilu presiden) 2019 juga pilkada (pemilu kepala daerah) serentak 2020 yang menelan uang trilunan juga tidak masalah. Rakyat berpartisipasi, urai dosen yang rajin riset itu.

Isu IKN yang menelan uang Rp 500 trilun kalau disodorkan rakyat pasti disayangkan dan ditolak rakyat. Apalagi dalam kondisi karut marut seperti ini. Kenapa Pemerintah tidak menundah? kata Aziz kritis.

Tulisan Aribowo

Editor Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru