Optika.id - Wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masih hangat diperbincangkan masyarakat. Wacana penundaan pemilu dikaitkan dengan oligarki. Hal ini direspons oleh Bayu Satria Utama Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Indonesia. Dia menuturkan untuk melawan oligarki, pihaknya mengajak membuat politik alternatif.
"Pemerintah sekarang dikuasai oleh oligarki. Maka tugas kita sebagai mahasiswa, tugas kita sebagai masyarakat sipil, kemudian membentuk satu politik alternatif. Mengacu pada penelitian oligarki cara melawan oligarki adalah dengan membuat politik alternatif. Jadi kita di sini mahasiswa teman-teman masyarakat sipil hadir untuk memberikan politik alternatif pada pemerintahan yang sekarang sudah sangat jauh dari konstitusi. Juga tidak adanya politik alternatif di DPR maupun di pemerintahan," ujar Bayu seperti rilis yang diterima Optika.id, Rabu (30/3/2022).
Baca juga: Jokowi Hobi Cawe-Cawe Tanpa Peduli Abuse of Power
Diketahui, BEM UI telah melakukan konferensi pers bersama BEM kampus lain di Tugu 12 Mei Trisakti, Jakarta Barat, Senin (28/3/2022) sore.
"Dalam konferensi pers saya menyampaikan bahwa apa saja keresahan mahasiswa. Kita memberitahukan bahwa temen-temen di Jakarta siap untuk bergerak jadi kami mengimbau teman-teman di daerah untuk bergerak," kata Bayu.
Menurutnya, ini akan menjadi satu gerakan nasional yang digaungkan bersama. Karena wacana penundaan pemilu adalah tindakan atau wacana yang inkonstitusional.
"Jadi kalau kita bicara tentang konstitusi sendiri itu hadir untuk membatasi kekuasaan. Jadi kekuasaan dibatasi konstitusi. Yang seharusnya tidak boleh dielak oleh dalih apapun. Kita tahu misalnya ada dalih masyarakat masih percaya dengan pak jokowi dengan big data yang disampaikan oleh Menko Marves Luhut," tukasnya.
Maka, kata Bayu, koalisi masyarakat sipil pun sekarang sedang membuat petisi.
"Untuk pak luhut berani membuka big data tersebut. Nah selain itu kami para mahasiswa berani membuktikan big data itu tidak benar adanya. Dan kami buktikan di jalan. Kami punya data mahasiswa yang mendukung dan menolak penundaan pemilu. Jadi kita sama-sama mendukung gerakan ini. Atas dasar bahwa kita akan patuh terhadap jalur konstitusi," tegasnya.
Baca juga: Ketua BEM UI Sebut Jokowi Mau Turun Baik-Baik Atau Berdarah-Darah
Dia menambahkan, dalam kajian BEM UI terkait isu penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden, pihaknya menyoroti adanya potensi menuju kekuasaan absolut. Mengutip adagium klasik, "Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely, Bayu mengatakan, jika sebuah kekuasaan sudah absolut maka dengan sendirinya akan mutlak korupsi.
"Jadi, saat sebuah kekuasaan itu sudah absolut, maka dia corrupt absolutely. Saat ada absolute power dari pemerintah, tentu pemerintahan tersebut pasti korup. Ini yang akan dan harus kita hindari. Kita harus patuh dan taat pada konstitusi. Juga menghindari absolute power dari pemerintah," tukasnya.
Dalih pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu juga dipertanyakan, sebab di tahun 2020, kata Bayu, juga dilaksanakan pilkada serentak.
"Yang di situ ada 2 keluarga dari Pak Jokowi. Yang berkontestasi dalam pilkada serentak. Jangan-jangan wacana tentang pemilu tentang pilkada ini mengikuti wacana istana mengikuti wacana pemerintah. Saat kita bicara pemerintah saat ini, kawan-kawan semua pemerintah ada yang mengendalikan. Siapa yang mengendalikan? Yang mengendalikan adalah orang-orang yang ada dalam pemerintahan yang juga oligarki. Saya mengatakan itu, karena saat penundaan pemilu dilaksanakan maka akan menguntungkan oligarki," tandasnya.
Menurut Bayu, saat ini kebijakan-kebijakan pemerintah cenderung mengeluarkan kebijakan yang tidak populis, tidak menguntungkan masyarakat. Tetapi menguntungkan oligarki dan kelompok-kelompoknya.
Baca juga: DPR Minta KPU Tegas Sikapi Upaya Penundaan Pemilu
"Kita lihat RUU Omnibus law cipta kerja contohnya, yang terbukti inkonstitusional. Mereka membuat UU ini untuk menguntungkan oligarki. Kedua misalnya tentang UU minerba, kita bisa lihat kepentingan siapa di dalamnya," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi