Komnas HAM Tak Sepakat Herry Wirawan Divonis Hukuman Mati

Reporter : Denny Setiawan
herry wirawan (dok: AFP/Timur Matahari)

Optika.id, Jakarta - Komnas HAM tidak sepakat dengan vonis hukuman mati terhadap pelaku perkosaan 13 perempuan santri, Herry Wirawan (HW).

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, vonis hukuman mati sudah dihapuskan dari sistem peradilan di banyak negara. Sebab hukuman mati tidak pernah terbukti memberikan efek jera dan melanggar HAM.

Baca juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran

"Sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia, tentu saja sikap kami tidak hanya pada kasus ini tapi pada kasus-kasus hukuman mati yang lain, kami selalu ingin mengingatkan para penegak hukum terutama nanti hakim kasasi yang mungkin saja akan ditempuh oleh terpidana atau pengacaranya, kami berharap para hakim kasasi nanti mempertimbangkannya suatu tren global, di mana hukuman mati secara bertahap telah dihapuskan, hanya tinggal beberapa negara lagi yang masih mengadopsi hukuman mati termasuk Indonesia," tutur Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik lewat keterangan video, Rabu (6/4/2022).

Menurut Taufan, kalau diperhatikan dalam roadmap hukum pidana seperti RKUHP, memang masih ada hukuman mati namun tidak menjadi satu hukuman yang serta merta. Sebab, masih diberikan juga kesempatan kepada terpidana mati dalam satu periode tertentu untuk melalui assesment hingga evaluasi.

"Dan manakala terpidana mati itu melakukan perubahan-perubahan sikap misalnya, maka hukuman mati terhadap terpidana masih dimungkinkan untuk diturunkan kepada hukuman yang lebih ringan," jelasnya.

Taufan mengatakan, kasus Herry Wirawan bukanlah satu-satunya yang terjadi di Indonesia, yakni ada pula terjadi pada berbagai institusi agama, baik Islam maupun lainnya. Tindak kekerasan, praktik pemerkosaan, hingga pelecehan seksual dilakukan oleh pihak yang justru dipercaya untuk mengelola institusi pendidikan agama itu terhadap para murid dan orang di sekitarnya.

"Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sebetulnya sudah ada langkah-langkah untuk memperbaiki itu dengan keluarnya Permendikbuddikti tempo hari. Komnas HAM sangat mendukung, mengapresiasi, karena itu satu langkah yang sistemik dan sistematik dalam rangka mencegah terjadinya tindak kekerasan, tapi juga praktik-praktik perundungan seksual yang dialami oleh banyak pihak di perguruan tinggi," katanya.

Yang paling penting juga, lanjut Taufan, adalah penghormatan terhadap hak asasi manusia dan perlindungan terhadap korban. Termasuk juga pelaksanaan rehabilitasi perlu dibenahi, terutama dalam sistem pendidikan keagamaan yang seringkali menggunakan jargon keagamaan namun ada praktik kejahatan terselubung.

Baca juga: KPU Tak Sediakan TPS Khusus, Komnas HAM: Pekerja di RS hingga IKN Kehilangan Hak Pilih

"Perlu dipahami juga dalam konteks ini Komnas HAM Tentu saja sangat berempati kepada korban. Bagi Komnas HAM, korban adalah pihak yang paling utama untuk diperhatikan, karena itu kami juga sangat kuat mendorong agar ada proses restitusi, proses rehabilitasi, dan perhatian yang lebih serius dalam kasus Herry Wirawan maupun kasus-kasus lainnya kepada korban, anak-anak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual atau perkosaan ini," ujarnya.

"Sehingga apa yang mereka alami sekarang, suatu kesakitan karena fisik mereka juga terganggu, psikologis mereka terganggu, dan yang tidak kalah penting juga masa depan mereka terganggu, itu bisa dipulihkan secara bertahap dengan bantuan dan dukungan dari pemerintah dan seluruh institusi sosial yang ada. Kita harus bekerja sama untuk mengatasi itu dan fokus kepada pertolongan terhadap korban ini," sambungnya.

Kembali Taufan mengingatkan, bahwa ada satu tren yang bersifat global yakni abolisi atau dihapuskannya hukuman mati di berbagai belahan dunia. Menyandarkan juga pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28i ayat 1, bahwa dikatakan hak untuk hidup itu adalah hak yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apa pun ,karena itu merupakan satu hak asasi yang absolut.

"Sekali lagi juga kalau kita lihat kajian-kajian terkait dengan penerapan hukuman mati, tidak ditemukan korelasi antara penerapan hukuman mati dengan efek jera atau pengurangan tindak pidana. Apakah itu tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana terorisme misalnya, atau narkoba, dan tindak pidana yang lainnya. Karena itu sekali lagi kita menginginkan ada satu peninjauan yang sebaik-baiknya dari hakim kasasi nanti, manakala misalnya terpidana mati ini Herry Wirawan maupun pengacaranya mengajukan kasasi," tandasnya.

Baca juga: Komnas HAM: Pencoblosan Pemilu 2024 Masih Diwarnai Banyak Permasalahan

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru