Surabaya (optika.id) - Proses pencoblosan Pemilu 2024 kembali diwarnai dengan sederet permasalahan. Berdasarkan pantauan di lapangan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), ada banyak orang yang kesulitan mendapatkan haknya sebagai pemilih.
Hal tersebut dipaparkan oleh anggota Tim Pemilu Komnas HAM, Saurlin P Siagian. Dia menyebut jika salah satu persoalan yang ditemukan adalah nihilnya tempat pemungutan suara (TPS) di rumah sakit. Diketahui para pasien dan tenaga kesehatan akhirnya tidak bisa menyalurkan hak suaranya karena beberapa alasan yang tidak memadai untuk rumah sakit.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
"Yang kedua, ribuan warga binaan kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar sebagai DPT dan DPTb," katanya dalam keterangan yang dikutip Optika.id, Kamis (22/2/2024).
Sebagai contoh, sebanyak 1.804 warga binaan di Lembaga Permasyarakatan Klas I Medan tidak bisa menggunakan hak pilihnya lantaran tidak mempunyai e-KTP. Kemudian di Rutan Klas II B Kabupaten Poso, sebanyak 205 warga binaan tidak bisa memilih karena kekurangan surat suara. Hal yang sama terjadi pada 101 warga binaan di Lapas Klas II A Manado yang tak bisa memilih karena alasan yang sama.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Persoalan lainnya adalah surat suara tidak memiliki huruf braille bagi penyandang tuna mata apa sih. Lalu, banyak perusahaan yang melanggar hak karyawan dengan mewajibkan mereka untuk masuk kerja sehingga tidak bisa mencoblos di TPS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Banyak pekerja yang tidak bisa memilih dan kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja pada hari penghitungan suara," tutur dia.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Permasalahan lainnya adalah minimnya sosialisasi perihal pemindahan lokasi kepada para pekerja di IKN sehingga para pekerja itu tidak bisa mencoblos. Selanjutnya, banyak masyarakat adat yang tidak bisa mencoblos lantaran tidak memiliki KTP.
"Kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh pemerintah bagi penggunaan hak pilih kelompok masyarakat adat ini," ungkapnya.
Editor : Pahlevi