Optika.id - Tiga orang kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diamankan polisi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2022) sore. Ketiga orang kader HMI ini ditangkap saat aksi demonstrasi memprotes penangkapan kasus begal di Bekasi dengan terdakwa Muhammad Fikry, yang juga kader HMI.
Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan PB HMI Arven Marta menyebut sejumlah kadernya mengalami luka-luka saat dibubarkan oleh polisi di demo depan Istana Negara. Arven menyebut massa dengan aparat polisi bentrok ketika demo akan bergeser dari depan istana.
Baca juga: Siang ini, Ratusan Massa HMI Jatim Geruduk Kantor KEMENKEU Kanwil DJP Jawa Timur II
Arven menjelaskan, tiga orang ditangkap dalam peristiwa itu. Ia menyebutkan ada puluhan kader lainnya mengalami luka-luka.
"Sehingga yang ditangkap itu tiga orang dari HMI dan ada kawan-kawan puluhan lainnya mengalami luka," kata Arven seperti dilansir detik.
Tiga orang yang ditangkap adalah Ketua PB HMI Bidang Perguruan Tinggi dan Kepemudaan (PTKP), Akmal Fahmi, Fungsionaris PB HMI Bidang Hukum dan HAM, Andi Kurniawan, dan anggota HMI Cabang Jakarta Timur, Imam Zarkasi. Hingga Jumat (22/4/2022) malam, ketiganya masih diperiksa polisi.
"Iya, tiga orang (Akmal Fahmi, Andi Kurniawan, dan Imam Zarkasi) masih ditahan. Ini saya masih di Polres Jakpus, Kemayoran," ujarnya.
Arven menjelaskan, penangkapan terjadi saat HMI menggelar demo di depan Istana Negara pada Jumat (22/4/2022), pukul 15.30 WIB sore tadi. Demo HMI se-Jabodetabek ini memprotes penangkapan salah satu kadernya, M Fikry, yang dinilai jadi korban salah tangkap kasus begal di Babelan, Kabupaten Bekasi.
"Kita turun aksi sekitar jam setengah empat sore. Ini karena persoalan ada kader kita yang di Bekasi dikriminalisasi, dituduh begal. Maka dari itu, kita aliansi dari HMI Jabodetabek turun bersama di istana. Memang tujuannya untuk diperhatikan persoalan kasus HAM dan korban salah tangkap ini," tukasnya.
Arven mengatakan lokasi mereka melakukan demo bertepatan dengan acara pejabat negara. Mereka pun diminta untuk pindah lokasi demo.
"Namun memang di lokasi aksi tadi kebetulan bertepatan dengan acara pejabat tinggi negara, jadi kita diminta untuk bergeser, karena tidak sesuai dengan protap yang disebut itu sebagai objek vital," paparnya.
Menurut Arven, ketika massa HMI sedang bergerak untuk pindah lokasi, terjadi saling dorong antara kader HMI dengan aparat kepolisian. Bentrokan pun tak dapat dihindari.
"Sehingga yang ditangkap itu tiga orang dari HMI dan ada kawan-kawan puluhan lainnya mengalami luka," tukasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Wisnu Wardana membenarkan pihaknya mengamankan 3 kader HMI. Dia membantah tuduhan polisi melakukan kekerasan kepada massa.
"Yang ada justru polisi terluka," ujarnya.
Wisnu mengatakan polisi mengalami luka-luka saat mengimbau kader HMI untuk membubarkan diri. Wisnu menyebut massa demo memberi perlawanan.
"Mereka pada saat diimbau untuk membubarkan diri tidak taat, justru melawan petugas sehingga ada petugas yang luka-luka," tuturnya.
Wisnu menjelaskan polisi yang mengalami luka itu sedang menjalani visum di rumah sakit. Dia juga menegaskan bahwa HMI tidak melayangkan pemberitahuan untuk demo terlebih dahulu sebelumnya.
"Sekarang divisum di RS. Kalau nggak ada pemberitahuan, banyak tindakan anarkis, kontraproduktif, dan lain-lain. Saat ini masih kami periksa," katanya.
Wisnu menjelaskan, kronologi awal penangkapan ketiga kader HMI ini. Semula, massa HMI berjumlah sekitar 20 orang demo di depan istana tanpa pemberitahuan.
"Massa aksi unras dari kelompok HMI sekitar kurang lebih 20 orang dengan tidak memberikan pemberitahuan aksi kepada pihak kepolisian," kata Wisnu.
Di sisi lain, HMI menggelar unjuk rasa di lokasi objek vital, yakni di depan Istana Negara. Yang mana sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum, aksi unjuk rasa tidak boleh dilakukan di lokasi objek vital atau radius 500 meter dari objek vital.
"Kepolisian telah mengimbau secara humanis agar massa aksi membubarkan diri namun tidak dihiraukan, sehingga dilakukan tindakan kepolisian secara tegas dan terukur kepada massa aksi sehingga tiga orang kami amankan," terangnya.
HMI Bela Kadernya
Diketahui, kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Muhammad Fikry didakwa membegal di Tambelang, Bekasi.
HMI pun membela kadernya, menurut HMI, Fikry adalah korban penangkapan sewenang-wenang.
HMI menyampaikan pembelaannya untuk Fikry, seperti keterangan pers, berjudul 'HMI Menggugat Begal Hukum dan HAM, Peradilan Sesat Bagi Fikry dkk'.
Baca juga: Ambil Langkah Hukum, Ketum HMI Surabaya Kutuk Aksi Premanisme Panitia PBAK UINSA pada Kadernya!
"Sebagaimana salah satu adagium hukum mengatakan 'In Dubio Pro Reo' bahwa lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum orang yang tidak bersalah, maka demi hukum, Fikry dkk harus dibebaskan," demikian pernyataan HMI pimpinan Ketua Umum Raihan Ariatama ini.
Peristiwa pembegalan disebut terjadi di Tambelang, Kabupaten Bekasi, 24 Juli 2021. Belakangan berdasarkan persidangan di Pengadilan negeri Cikarang pada 1 Maret, Fikry tidak berada di lokasi pembegalan saat pembegalan berlangsung Fikry si guru ngaji itu ada di musala samping rumahnya.
Penangkapan Fikry dilakukan pada 28 Juli 2021. Fikry dan teman-temannya ditangkap Tim Gabungan dari Unit Reskrim Polsek Tambelang dan Unit Jatanras Satreskrim Polres Metro Bekasi Kabupaten Bekasi atas tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Penangkapan dijalankan polisi berdasarkan laporan.
HMI dalam rilisnya mengutip Komnas HAM bahwa polisi tidak menunjukkan identitas sebagai petugas saat menangkap Fikry, juga tidak melibatkan perangkat lingkungan RT/RW. Fikry juga disebut mengalami kekerasan verbal hingga fisik serta ancaman agar Fikry mengaku sebagai begal.
"Anak bangsa saudara M Fikry dkk saat ini sedang menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Bekasi atas dakwaan tindak pidana yang tidak mereka lakukan," kata HMI.
Dalam demo kemarin, ini tuntutan massa HMI:
1. Mendesak Presiden Jokowi segera menuntaskan kasus HAM yang menimpa rakyat Indonesia;
2. Mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Kapolri untuk mencopot Kapolsek Tambelang dan Kapolres Metro Bekasi, serta mengadili secara etik, dispilin maupun pidana oknum Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi yang terlibat dalam kasus dugaan salah tangkap terhadap Kader HMI Muhammad Fikry dan kawan-kawan;
3. Mendesak Kapolri untuk mengevaluasi Polda Metro Jaya dan/atau Kapolda Metro Jaya atas dugaan penyampaian keterangan tidak sesuai fakta di lapangan dalam kasus dugaan salah tangkap terhadap kader HMI Muhammad Fikry dan kawan-kawan;
4. Meminta Kapolri untuk segera mengambil Langkah agar memastikan kasus kekerasan dan pembegalan HAM oleh anggotanya tidak terjadi lagi;
5. Meminta Presiden Jokowi dalam kapasitasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk terlibat langsung menyelesaikan ketimpangan penegakan hukum yang menimpa kader HMI Muhammad Fikry dan kawan-kawan, dan mengevaluasi seluruh Institusi penegak hukum baik Polri, Kejaksaan maupun Pengadilan di wilayah hukum Kabupaten Bekasi.
Komnas HAM Investigasi Kasus 4 Terdakwa Begal
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menginvestigasi kasus 4 terdakwa begal di Bekasi yang disebut kasus salah tangkap. Komnas HAM mengaku proses investigasi sudah hampir rampung.
Baca juga: HMI Demo di Gedung DPR, Kader: Kami Prihatin dengan Rakyat
"Sampai sore kemarin, konstruksi sudah 90%, jadi tim tinggal melengkapi apa yang memang masih ada lubang-lubang," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, kepada wartawan, Rabu (23/3/2022).
Komnas HAM mengaku mendapatkan tambahan data dari pihak keluarga para terdakwa pelaku begal. Komnas HAM juga mengaku mendapatkan data dari pihak kepolisian.
"Jadi saat tadi keluarga korban memberi bukti itu melengkapi yang kami dapat sebelumnya dari keluarga korban secara langsung beberapa waktu lalu, kami juga sudah cek lokasinya, kami juga sudah dapat dokumen dari kepolisian," katanya.
Saat ini kasus tersebut sudah masuk meja persidangan. Choirul mengatakan Komnas HAM bekerja secara maraton dalam menginvestigasi kasus ini.
Namun dia menegaskan temuan Komnas HAM dalam investigasi ini bukan untuk mengintervensi proses persidangan yang sedang berjalan.
"Yang paling penting, bukan soal proses pengadilannya karena kita tidak boleh mengintervensi hakim. Tapi yang penting temuan Komnas HAM seperti apa konstruksi peristiwanya," ucapnya.
Sementara, Kapolres Metro Bekasi Kombes Gidion Arif menegaskan kasus 4 terdakwa begal bukanlah kasus salah tangkap. Dia mengatakan kasus tersebut diproses hingga dibawa ke persidangan. Dia menyebut pihaknya tidak salah tangkap, penangkapan sudah sesuai dengan prosedur.
"Nggaklah bukan salah tangkap itu, memang sudah diproses sampai ke persidangan," ujar Gidion seperti dilansir detik, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, Polsek Tambelang sudah memproses kasus sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Dia mengatakan alat bukti untuk menetapkan Fikri dan ketiga rekannya sudah mencukupi.
"Udah, sudah prosedur iya SOP-nya sudah betul, kecukupan alat bukti untuk menetapkan menjadi tersangka juga sudah betul," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi