[caption id="attachment_24843" align="alignnone" width="150"] cak wan (Iwan Iwao Dewanto)[/caption]
Baca juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa
"The had adapted a revolutionary notion of divinity and transcendence. .. "
(telah mengadaptasi gagasan revolusioner tentang keilahian dan transendensi).
(quotes : Karen Armstrong)
Aku ndeprok di sudut gedung peribadatan, segenap hati, pikiran dan perasaan tenang. Namun sekaligus berseliweran buih buih fatamorgana dalam laku dini hari. Menerawang dalam gugusan fractal fractal lukisan rampai mozaik 99.
DR. Nurcholis Madjid, melihat Islam sebagai agama dan peradaban.
Tesis beliau dalam dua buku yang menjelaskan tema ini :
Pertama, Islam : Agama Peradaban.
Kedua, Islam : Doktrin dan Peradaban. Seperti agama-agama di dunia, sebagai doktrin, Islam kurang menarik. Tapi, sebagai peradaban, Islam sangat agung, memberikan sumbangan tak terperi bagi kemanusiaan ( _lutfie a syaukanie pr_ of).
Islam bisa berkembang begitu pesat karena mewarisi dua peradaban raksasa di sekelilingnya. Pertama, Sasania, yang merupakan cicit peradaban tua di Mesopotamia. Kedua, Bizantium, penerus kekaisaran Roma dan cucu dari imperium Makedonia. Alexander Agung adalah raja terbesar Makedonia, yang namanya diabadikan dalam al-Quran.
Dengan dua warisan besar itu, Islam berkembang dengan cepat. Jika Islam hanya sebagai agama, ia tak akan pernah beranjak dari Mekah dan Madinah, dua kota tandus di tengah Jazirah. Yang membuat Islam megah sebagai imperium adalah dinasti-dinasti yang memiliki akar peradaban kokoh di sekelilingnya. Islam tak akan pernah berjaya jika tak ada dua raksasa peradaban: Sasania dan Bizantium.
Seperti Islam, peradaban Barat berdiri kokoh di atas dua peradaban sebelumnya: Romawi-Yunani dan Islam. Tanpa dua peradaban ini, Barat modern tak pernah lahir. Romawi-Yunani memberikan landasan politik dan rasionalitas, sementara Islam memberikan landasan sains, kedokteran, dan ilmu pengetahuan.
Selama ratusan tahun menjelang Renesans ( _renaissance_ ), buku-buku kedokteran, astronomi, dan optik yang ditulis ilmuwan-ilmuwan Muslim diajarkan di pusat-pusat pendidikan di Eropa.
Utamanya teknologi, kedokteran, sastra, kesenian, arkitektur, manufaktur, farmasi dst dst.
Dan yang disebut peradaban muslim itu Persia, (byzantium).
Baca juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel
Sedang Arab padang pasir, baru muncul setelah booming eksplorasi minyak, akhir abad 19. (konsensi hasil perang dunia ww 1 ww2 ) yang dimenangkan oleh aliansi Britania raya, dan Arab kawasan dikapling kapling sekehendak "pemenang perang".
Dari kutipan ini, aku membuka dialektika, bahwa sekian abad dari masehi Al Gazali, gagasannya dari hujjah Aristoteles, Plato, dan dari dasar dasar penemuan, dibawa ke timur, oleh para pedagang Gujarat, telah mengalami pergeseran substansi Illhiah, watak ilmiah dan watak alamiah.
Ada kontradiksi, ketika "kekeh" dengan orisinalitas, para penceramah daden daden membilang "sanad", berubah lebih menekankan doktrin ritual dari berbagai pergulatan pribadi pribadi, yang menggumpal menjadi budaya kelompok dan golongan, dari berbagai bagai kepentingan politik (mazhab) dan alira aliran politik kepentingan.
Misal, jika orisinal tujuannya, bukankah lingkungan radius Kabaah semestinya (arkeologis) dipertahankan keasliannya, tidak direnovasi total dibongkar, hanya karena memenuhi kebutuhan kontemporer.
Kebutuhan akomodasi semestinya di luar radius.
Iktiar mencoba memberdayakan renungan, menyelam menelusuri antara hakekat, kasat mata, dengan tafsir yang beredar luas di kalangan umum, dengan nalar.
Yang mencengkeram mindset orang Nusantara, ketika Nusantara ter-fragmen dalam feodalisme monarki lokal, meminggirkan watak watak original nusantara dari serbuan geng kolonial, 'companie merchantile', alias perusahaan dagang rempah rempah, dari para penakluk yang mengetahui kelemahan lokal, mengadu domba antar perselisihan lokal, bangsa samudra nusantara (bahkan terbawa hingga kini).
Seperti malam ini, menyelami iktikaf, atau lebih nge-pop dapat disebut berselancar dalam "manhaj", terbawa ke berbagai ruang ruang angkasa relung kalbu, semacam perjumpaan pribadi, tapi 'absurb' perjumpaan abstrak.
Baca juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?
Dan tidak akan kulakukan kelancangan menyimpulkan rumus rumus konvensional.
Karena setiap suasana, adalah masing masing apa yang dirasakan saat tempat ruang waktu dalam kordinat dan sinyal.
Namun dialog-lah yang menuntun dalam kebersamaan alam semesta, menerawang Lauhil Mahfush..
Seru sekalian alam.
Begitulah.. orang Jawa punya profil sendiri ketika berada dalam selebrasi seremonial 'iktikaf'.
Namanya "mandito", "pinandito", suatu laku Tapa Brata, serta rileks, mengendapkan diri dalam hela an ritme nafas ku nafas..
selamat pagi
selamat berkarya
salam sehat selalu
Editor : Pahlevi