Optika.id - Ketua Majelis Permusyawahan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo mengingatkan amendemen konstitusi bukan hal yang tabu untuk dilakukan di negara demokratis. Banyak negara berulang kali mengamendemen konstitusi karena menjadi bagian dari praktik demokrasi.
Bamsoet sapaan akrabnya menyebutkan Indonesia telah empat kali mengamendemen konstitusi. Prancis 24 kali, India 105 kali, Thailand 20 kali, Korea 9 kali dan Amerika Serikat (AS) tercatat sudah 33 kali melakukan amendemen.
Baca juga: Ketua MPR RI: Pentingnya Pemberdayaan Perempuan Untuk Keterwakilannya di Parlemen
Menyadur pandangan presiden ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson, konstitusi justru seharusnya diamendemen oleh setiap generasi untuk memastikan bahwa kemajuan dan perkembangan generasi masa kini tidak terkekang oleh ketentuan konstitusi masa lalu yang tidak mengakomodasi dinamika zaman, ujar Bamsoet, saat menutup Kongres XVI KNPI pimpinan Haris Pertama secara virtual di Jakarta, Sabtu (21/5/2022).
Sekalipun amendemen praktik yang biasa dalam negara demokratis, Bamsoet mengingatkan, prosesnya tidak bisa dilakukan serampangan karena konstitusi menjadi dasar hukum yang memuat norma dan aturan dasar dalam kehidupan bernegara. Artinya penyempurnaan konstitusi untuk menyesuaikan perkembangan zaman dan mengakomodasi kehendak rakyat tidak boleh mengesampingkan paham konstitusionalis yang dianut.
Secara teoritis, amandemen konstitusi dilatarbelakangi oleh beberapa momentum konstitusional yang mendasarinya. Misalnya, adanya ketentuan dalam konstitusi yang tidak mengatur secara tegas dan jelas sehingga menimbulkan multitafsir dan kerancuan dalam implementasinya, kata Waketum Golkar.
Baca juga: Ketua MPR RI: Telusuri Secara Terus Menerus Jalur Tikus Narkotika!
Dia mengingatkan, amendemen bisa dilakukan ketika ada ketentuan-ketentuan mendasar yang belum diatur dalam konstitusi. Adanya kelemahan mendasar dalam substansi, konsistensi hubungan antarbab atau antarpasal, dan adanya ketentuan yang sudah tidak relevan dengan kondisi politik serta ketatanegaraan yang berlaku.
Dalam tatanan kehidupan demokrasi modern, kata Bamsoet, konstitusi yang dianggap ideal adalah konstitusi yang hidup (living constitution) dan konstitusi yang bekerja (working constitution).
Konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman. Konstitusi yang bekerja adalah konstitusi yang benar-benar dijadikan rujukan dan diimplementasikan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, serta berbangsa dan bernegara, ujarnya.
Baca juga: Bamsoet Dukung Penuh Airlangga Hartarto Jadi Capres
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi