Optika.id - Politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko membuka suara terkait pemilu. Dia menilai jika saat ini masih terlalu dini untuk membicarakan siapa calon presiden (Capres) yang akan memimpin bangsa dan negara Indonesia ke depannya.
Budiman mengatakan, masih ada waktu dua tahun ke depan untuk menuju pemilihan presiden yang digelar bersamaan dengan Pemilu Serentak tahun 2024.
Baca juga: Khofifah Effect di Pilpres 2024 Akan Berlanjut pada Pilkada se-Jatim
"Kasihan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) baru ke pilih sudah pusing soal pandemi, tiba-tiba baru ambegan (ambil napas) dia mau kita cuekin gara-gara sudah mikir presiden berikutnya. Padahal, yang dia kerjakan itu harus terjamin keberlangsungannya," tuturnya, Selasa (28/6/2022).
Penulis buku Anak-Anak Revolusi tersebut juga enggan berkomentar terkait adanya dukungan sejumlah pihak padanya untuk melenggang maju sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024.
Budiman mengaku jika sudah menyampaikan sikapnya secara tegas terkait dengan pencalonan tersebut dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan, bahwa masalah calon presiden merupakan hak prerogatif dari Ketua Umum Partai berlambang banteng tersebut.
"Lagi pula saya tidak terlalu antusias untuk bicara rutinitas ganti presiden, seperti yang dikatakan juga oleh Bu Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri), yang dibutuhkan Indonesia adalah pemimpin," katanya menegaskan.
Menurut Budiman, saat sekarang yang krusial dan harus tumbuh adalah kualifikasi-kualifikasi pemimpin seperti apa yang dibutuhkan untuk memimpin negeri ini ke depan. Adapun kualifikasi pemimpin, ujarnya, ada dua jalan yakni aspek kuantitatif serta aspek kualitatif.
"Nah menurut saya, yang terlalu heavy, terlalu berat, sekarang banyak orang ngomong kuantitatifnya ya, yang kualitatifnya kurang. Indonesia mau dibawa ke mana setelah jadi pemimpin itu jarang terbicarakan," ujar pria asli Cilacap itu.
Dalam hal ini, Budiman mengibaratkan seolah-olah presiden sebagai seorang sopir, sedangkan Indonesia merupakan bus yang akan dibawa oleh sang sopir. Yang terjadi saat ini harusnya tidak membicarakan siapa sang sopir, melainkan bus yang akan dikemudikan itu mau dibawa ke mana.
Baca juga: PDIP Tegaskan Tak Kekurangan Stok Pemimpin untuk Pilkada Jawa Tengah
Dirinya tidak terlalu tertarik bicara tentang sopir, dan mengaku jika tertarik bus Indonesia ini mau dibawa tujuannya ke mana.
Kendati demikian, Budiman tidak menganggap serius jika saat ini orang-orang meneriakkan "ini jadi sopir-nya" atau "itu jadi sopir-nya".
Dia sempat menyayangkan dalam waktu dua tahun yang masih tersisa menjelang Pemilu ini, sudah meneriakkan siapa yang akan menjadi presiden ke depan.
"Padahal, kita belum menentukan bus itu mau ke mana, perjalanan dua jam lagi, kita belum menentukan mau pergi ke mana, kita sudah ributkan sopirnya," imbuh Budiman.
Menurut dia, persoalan ke depan itu jalannya terjal, kanan-kiri jurang, gelap, berkabut, dan naik-turun.
Baca juga: Ini Kata PDIP Soal Pelegalan Politik Uang di Pemilu
"Itu yang saya tahu, yang saya pelajari. Kenapa tidak kita pikirkan dalam menghadapi medan yang terjal seperti itu, butuh sopir yang seperti apa, bukan 'waton' sopir, bukan asal sopir," ucapnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi