Optika.id - Penyiksaan oleh aparat negara masih terjadi hingga saat ini. Berdasarkan pantauan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi langgengnya kasus kekerasan ini.
Maneger Nasution selaku Wakil Ketua LPSK menyebut jika masalah struktural di kalangan aparat negara ini memiliki masalah yang multidimensional. Ia menemukan belum semua aparat penegak hukum (APH) memiliki perspektif dan paradigma yang sama soal kasus penyiksaan.
Baca juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
"Masih ada APH yang menyamakan kejahatan penyiksaan dengan kekerasan. Padahal, filosofi dan karakter keduanya sangat berbeda," kata Nasution di Jakarta pada Selasa (28/6/2022).
Menurut Nasution, penyiksaan justru terjadi di lokasi yang mestinya memastikan keselamatan warga negara. Seperti di rumah negara atau tempat-tempat yang sejatinya negara hadir di sana menjamin keamanan warganya untuk menggali informasi.
Nasution juga menyinggung terkait aparat penegakan hukum yang paradigmanya masih jadul, misal, masih mengejar pengakuan tersangka semata. Nasution menjelaskan jika mengejar pengakuan tersebut karena miskin metodologi justru kadang mengedepankan kekerasan.
"Padahal, dalam paradigma baru hukum pidana, pengakuan itu bukan segala-galanya," ujar Nasution.
Tak hanya itu, Nasution juga menemukan jika masih ada APH yang menganggap wajar jika tersangka atau terpidana disiksa, sebab status mereka dilabeli sebagai orang jahat.
"Ini paradigma keliru. Cacat nalar kemanusiaan. Kalaupun mereka salah, mereka sedang mempertanggungjawabkannya secara hukum," tegas Nasution.
Baca juga: Kekerasan Tak Buat Anak Jadi Penurut dan Disiplin
Selain itu, Nasution juga menekankan masalah. Dia menyebut jika masyarakat yang menjadi korban atau saksi penyiksaan masih ada yang enggan melapor karena hilangnya rasa percaya mereka pada instansi terkait, apalagi kalau yang terduga pelaku adalah APH.
"Polisi misalnya (lakukan penyiksaan). Kemudian dilaporkan ke polisi. Itu jeruk 'makan' jeruk. Kalau pun diproses, paling selesai pada tingkat proses internal atau disiplin," ungkap Nasution.
Oleh karena itu, Nasution meyakini masyarakat yang menjadi korban atau saksi penyiksaan pun takut melapor. Alasannya berurusan dengan polisi, berproses hukum itu merepotkan dan melelahkan.
"Kami mendorong APH agar mengintensifkan koordinasi untuk menyamakan perspektif dan paradigma bahwa tindak pidana penyiksaan itu berbeda dengan kekerasan. Lalu, perlu edukasi dan sosialosasi terus-menerus agar masyarakat berani melapor apabila menjadi korban dan/atau saksi penyiksaan," ujar Nasution.
Baca juga: Relasi Kuasa Dibalik Anak Pejabat yang Doyan Kekerasan
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi