Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek Luruskan Hal Ini

Reporter : Uswatun Hasanah
mendikbud

Optika.id - Implementasi Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih menuai berbagai persepsi di tengah masyarakat. Untuk itu, Kemendikbudristek menyebutkan lima hal yang perlu diperhatikan untuk meluruskan miskonsepsi implementasi terkait kurikulum tersebut.

"Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan Kurikulum Merdeka yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual," jelas Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam siaran pers, Minggu (24/7/2022).

Baca juga: Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT Setelah Dipanggil Presiden!

Dalam keterangannya dia menjelaskan, kurikulum yang diterapkan bisa berbeda dengan sekolah A atau sekolah B. Kriteria benar atau salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter dan kompetensi anak didik. Untuk itu, yang bisa tahu terjadi atau tidaknya hal tersebut adalah para guru yang ada di kelas.

Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. Menurutnya, satuan pendidikan tak perlu menunggu pelatihan dari pusat. Demikian guru dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri.

Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri, ujar Anindito.

Kemudian, miskonsepsi berikutnya adalah proses belajar dalam menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan. Yang mana, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Hal ini menjadi perhatian penting agar terus melakukan penerapan siklus belajar dan direfleksikan.

Miskonsepsi yang terakhir adalah anggapan bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap. Padahal, Kurikulum Merdeka sifatnya fleksibel sehingga bisa diterjemahkan, diturunkan dan diterapkan di manapun, kapanpun, serta dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim.

Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid," ucapnya.

Baca juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional

Menurut Anindito, Kurikulum Merdeka justru memudahkan dan mendorong guru untuk lebih berorientasi pada murid. Misalnya, guru lebih fokus pada materi esensial sehingga materi tiap mata pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. Adapun guru bisa menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam, serta lebih menyenangkan.

Senada dengan Anindito, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Suparmin Setto, mengatakan, kata kunci dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah memusatkan pembelajaran pada siswa dan berdasarkan pada kebutuhan siswa. Tidak bisa disamaratakan, dan harus berbasis pada asesmen diagnosis.

Untuk implementasi Kurikulum Merdeka pada jenjang sekolah dasar ruhnya sudah dapat dengan berorientasi pada siswa. Siswa jangan berorientasi pada guru, ataupun kepentingan guru. Guru jangan sampai terbelenggu kepada tataran administrasi, tetapi orientasi materi esensial," jelas Suparmin Setto.

Pada kesempatan yang berbeda, Anindito juga mengatakan, tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023.

Baca juga: Merdeka Mengajar Bakal Diberhentikan Anies, Ada Masalah Apa?

SK tersebut merevisi SK sebelumnya karena terdapat perubahan beberapa satuan pendidikan yang melakukan refleksi dan mengubah level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya, kata Anindito.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru