Optika.id - Wacana naiknya harga BBM jenis Pertalite yang bakal dilakukan oleh pemerintah diklaim sebagai upaya antisipatif guna menghindari jebolnya APBN serta mengurangi dampak krisis global yang tengah melanda dunia.
"Ya pilihannya adalah, apakah pemerintah mau terus membakar uang untuk subsidi BBM yang sudah mencapai 520 triliun? Itu pilihannya. Kalau pemerintah enggak mau menaikkan BBM, artinya APBN kita akan dijebol terus sampai mungkin 700 triliun. Sementara APBN 2.200 triliun, kalau dibakar untuk BBM saja gimana?" kata anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Sabtu (20/8/2022).
Baca juga: PDIP Tegaskan Tak Kekurangan Stok Pemimpin untuk Pilkada Jawa Tengah
Di sisi lain, dampak negatif dari perang Rusia Ukraina dan pandemi Covid-19 yang melanda dunia membuat harga minyak dunia saat ini menjadi sangat tinggi.
Harga tidak terelakkan karena menang harga dunia lagi guncang dan meroket tajam. Itu kan tidak terhindarkan karena pemerintah tidak berpihak, tapi memang harga dunia lagi naik tinggi karena konflik di Ukraina-Rusia, tutur legislator asal PDI Perjuangan ini.
Deddy kemudian menyarankan agar pemerintah mengalokasikan dana subsidi yang besar tersebut untuk memberikan bantuan langsung kepada rakyat kecil yang membutuhkan, alih-alih memberikan subsidi BBM jenis Pertalite akan tetapi nyatanya kalangan menengah ke atas yang menikmatinya.
Memang sudah saatnya subsidi itu diubah menjadi subsidi langsung. Karena yang menikmati subsidi BBM itu kalau kalian investigasi dan lihat sendiri bukan orang miskin. Orang miskin enggak punya motor, enggak punya mobil. Kalaupun orang miskin hanya punya motor, dia hanya menerima 1,2 sampai 2 juta rupiah per tahun, ujarnya.
Deddy kemudian mempertanyakan mekanisme yang masih dipertahankan oleh pemerintah dengan memberikan subsidi bagi BBM jenis Pertalite. Dia juga menyinggung keterlibatan mafia-mafia yang bermain-main dengan hal tersebut.
Baca juga: Ini Kata PDIP Soal Pelegalan Politik Uang di Pemilu
Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah perlu memikirkan langkah tersebut secara jernih, apakah terus membakar uang negara yang cukup banyak hanya untuk dikonsumsi masyarakat kaya dan berkecukupan, ataukah bisa memberikan bantuan langsung untuk rakyat kecil.
Lebih jauh, Deddy ingin melihat cara pemerintah mengelola subsidi. Karena sudah habis Rp 520 triliun untuk subsidi. Artinya itu justru menghilangkan keleluasaan ruang fiskal pemerintah untuk membuat program-program konkret bagi orang miskin.
"Jadi bayangkan uang 520 triliun itu langsung jadi jaring pengaman sosial yang luar biasa, modal kerja yang luar biasa bagi rakyat miskin. Tetapi karena semua disubsidi tidak peduli orang kaya atau miskin akibatnya kan seperti ini, tutur Deddy.
Baca juga: PDIP Tugaskan Ganjar untuk Pemenangan Pilkada Serentak
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi