Para Pakar Ingatkan Konten Negatif di YouTube Kids

Reporter : Uswatun Hasanah
youtube-g9e1547c29_1920

Optika.id - Tayangan YouTube telah menjadi perhatian sejak lama bagi para psikolog dan pemerhati anak. Hal ini disebabkan tak lain karena banyaknya tayangan dari platform video ini yang cenderung tidak pantas dikonsumsi oleh anak-anak.

Contohnya seperti channel YouTube Elsagate yang sempat mendapat protes dari banyak pihak terutama para orang tua.

Baca juga: Mengapa TikTok Menjadi Senjata Digital yang Efektif?

Channel Elsagate tersebut memproduksi berbagai konten berbahaya berupa tindakan seksual, fetish, alcohol, narkoba, humor toilet, serta situasi/aktivitas berbahaya dan menjengkelkan.

Konten-konten itu diperagakan oleh kartun-kartun yang akrab dengan anak seperti Elsa dalam film Frozen, Spider-man atau Marvel Superheroes lainnya, Spongebob, Baby Shark, Peppa pig, Micky Mouse, anggota PAW Patrol dan banyak lainnya.

Ironisnya, berbagai konten yang tak pantas tersebut malah dianggap ramah anak oleh YouTube, bahkan dapat pula diakses pada aplikasi YouTube Kids. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Karena pemilik channel menggunakan tagar yang ramah anak sehingga tidak terdeteksi algoritma keamanan atau kebijakan batas usia penontonnya.

Judul serta karakter kanak-kanak yang populer ini membuat tayangan tersebut sangat berpotensi untuk dapat diakses dengan mudah oleh anak-anak. Beberapa channel YouTube serupa Elsagate pun melakukan hal yang sama seperti Salih Reisin Dunyas, Toy Freaks, dan lain sebagainya.

Melihat hal tersebut, para ahli pun meminta orang tua agar selalu mengawasi anak-anak ketika mengakses tontonan melalui YouTube ataupun YouTube Kids. Terutama pada anak-anak usia dini atau balita (bawah lima tahun).

Banyak penelitian yang menyebutkan informasi yang diterima anak pada periode emas (0 bulan hingga usia 5 tahun) dapat menentukan kepribadian anak kelak.

Pada usia dini, anak menerima dan menyimpan informasi dari apa yang ia lihat dalam kehidupan sosial termasuk dari apa yang ia tonton. Melansir dari American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, Kamis (25/8/2022) anak-anak yang terpapar konten negatif seperti kekerasan, seksual dan lainnya, cenderung akan meniru apa yang ia lihat di kemudian hari.

Baca juga: Anak di Bawah Umur Tusuk Pemuda dan Penjual Angkringan di Kediri

Anak-anak tersebut akan menunjukan sifat agresif, seperti menyelesaikan masalah dengan kekerasan, intimidasi, atau perilaku lainnya yang bermaksud dengan sengaja melukai orang lain. Di sisi lain anak bisa memiliki kelainan seksual, hingga penyimpangan lainnya.

Dikutip dari The Conversation pada Kamis, (25/8/2022), Asisten Profesor Psikologi Universitas Sainte-Anne, Caroline Fitzpatrick mengatakan, jika konten negatif sangat mempengaruhi anak dalam berpikir dan cara pandangnya terhadap dunia. Hal ini karena pada usia periode emas utamanya usia tiga hingga empat tahun, anak-anak sedang membangun persepsi atas dunia.

Menurut Caroline, konten negatif yang dilihat oleh anak akan menciptakan visual dalam dirinya bahwa dunia lebih berbahaya dari yang ia kira dan dunia adalah tempat yang dipenuhi oleh orang-orang jahat. Maka dari itu, hal ini akan menyebabkan anak tidak memiliki kemampuan sosial yang baik serta sulit membangun hubungan yang baik dengan orang lain, membatasi kehidupan sosial, bahkan antisosial.

Melihat dampak panjang ini maka orang tua diharapkan untuk selalu mengawasi ketika anak mengakses gadget. Jika orang tua mengetahui anak sudah pernah menonton konten negatif orang tua dapat mengajak anak berdiskusi tentang apa yang ia saksikan.

Baca juga: Beberapa Platform Media Sosial Digugat Karena Krisis Kesehatan Mental Anak

Orang tua juga dapat menekankan nilai-nilai moral yang bertentangan dengan konten kekerasan, seksual, dan lainnya. Hal ini dipercaya dapat mengurangi dampak negatif dari tayangan tersebut terhadap perkembangan anak.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru