Optika.id - Guspardi Gaus, Anggota Komisi II DPR RI mengkritisi usulan percepatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menjadi September. Padahal, sudah disebutkan pada Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada tentang pemungutan suara yang dijadwalkan pada November.
"Pemungutan suara pilkada maju ke September 2024 tentu mempunyai konsekuensi dengan bertumpuknya beban kerja yang lebih berat dalam persiapan, penghitungan, rakapitulasi suara, dan penyelesaian perselisihan hasil pemilu legislatif dan presiden. Ini, kan, penuh risiko kalau pilkada dimajukan," ujarnya kepada wartawan, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Ony-Antok Sudah Pasti Lawan Kotak Kosong (Lagi) di Pilbup Ngawi
Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut jika menggeser jadwal Pilkada tentu pula harus merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada lagi.
Sebelumnya wacana ini tercetus dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari yang mengusulkan jadwal Pilkada 2024 dimajukan menjadi September. Ia berdalih agar memberikan peluang kepada calon legislative (caleg) agar tidak perlu mengundurkan diri sebagai anggota dewan jika ingin mengikuti Pilkada.
Oleh sebab itu, Guspardi mengingatkan bahwa pelaksanaan Pilkada yang digelar 27 November 2024 sudah berdasarkan kesepakatan bersama antara Komisi II DPR RI dengan pemerintah bersama penyelenggara pemilu yang mencakup KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Adapun persetujuan yang berbuah kata sepakat ini sudah diambil dalam rapat pada 24 Januari lalu.
"Kesepakan tersebut diputuskan setelah melalui berbagai pertimbangan yang matang," jelasnya.
Guspardi juga mengingatkan ulah KPU yang menolak beberapa usulan pemerintah. Saat itu, pemerintah pernah mengusulkan pemilu dilaksanakan pada 15 mei dan Pilkada 27 November sebelum penetapan tanggal pemilu dan pilkada diputuskan. Namun, ketika itu KPU menolak dengan dalih wajtu pelaksanaan terlalu dekat sehingga akan membuat beban kerja penyelenggara pemilu lebih berat serta adanya tahapan pemilu dan pilkada yang diklaim tumpang tindih.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Bahkan, jika pemerintah tetap mengusulkan pemilu 15 Mei, KPU meminta pelaksanaan pilkada diundur menjadi 19 Februari 2025. "Kenapa KPU tidak konsisten dengan apa yang telah diputuskan bersama? Ada apa dengan KPU?" tanyanya.
Oleh karena itu, Guspardi menyarankan KPU fokus dengan berbagai tahapan yang membutuhkan perhatian dan energi penuh daripada mewacanakan pilkada serentak dipercepat. "Belum ada alasan yang sangat urgen."
Terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, berpendapat, usulan Hasim Asy'ari perlu diuji dengan kesiapan penyelenggara pemilu mengingat beban pileg dan pilpres berat dan dikhawatirkan belum tuntas. "Sekali lagi, perlu diskusi mendalam dengan semua stakeholder," sarannya.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi