Pengamat Nilai Publik Jenuh Dengan Calon Yang Ada, Perlu Capres Alternatif

Reporter : Denny Setiawan
Sistem-demokrasi

Optika.id - Wacana calon presiden (capres) alternatif untuk Pemilu 2024 harus dimunculkan karena adanya kejenuhan publik terhadap nama-nama figur yang sudah lebih dulu populer saat ini, Direktur Lembaga Riset dan Konsultasi Publik Algoritma Aditya Perdana.

Direktur Eksekutif Lembaga Riset dan Konsultasi Publik Algoritma Aditya Perdana mengatakan masyarakat sejatinya sepenuhnya yakin dengan calon presiden yang populer saat ini yang selalu mencakup seluruh media di tanah air.

Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!

Dari survei yang dilakukan Algoritma, Aditya menjelaskan, meskipun beberapa bakal capres tersebut kesukaan dan elektabilitas tinggi, masyarakat belum yakin para bakal calon presiden Indonesia itu mampu mengatasi masalah bangsa dan negara yang saat ini tengah dihadapi.

"Di situlah kami punya keyakinan bahwa masih ada peluang bagi para capres lain yang sebenarnya ingin mengatasi masalah yang kita hadapi, seperti polarisasi masyarakat, korupsi korupsi, pemulihan ekonomi, jika itu semua bisa dipenuhi, curilah ruang itu, kata Aditya dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Menurutnya, masih ada ruang bagi para capres alternatif untuk muncul dan mengambil peran dan menjawab kegelisahan responden di atas serta peluang mengkapitalisasi kemampuan dan kapasitasnya sebagai capres.

Maka saya berpikir seharusnya para capres alternatif ini perlu membuat skenario yang komprehensif dan sistematis untuk menantang calon yang ada sehingga dapat dipantau dengan baik. Tentu tantangannya tidak mudah, tapi perlu ada gerakan perlawanan, jelasnya.

Koordinator Komite Pemilih (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow mengemukakan bahwa masyarakat sudah mengenal calon-calon presiden yang saat ini tinggi elektabilitasnya sejak 5 tahun silam. Maka, tokoh-tokoh tersebut sama seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu dan tidak ada perbedaan signifikan.

Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

"Itu tentu saja ada kebosanan publik. Soalnya begini, media terlalu mempopulerkan nama tokoh, jadi publik ke arah sana, dan seolah-olah tak punya pilihan lain. Membuat figur-figur ini populer, dan populernya ini berpengaruh pada elektabilitasnya, ujarnya.

Menurutnya, figur nama-nama capres yang lalu-lalang sekarang paling banyak adalah kepala daerah, militer, atau petugas. Orang-orang yang tampil sekarang memang orang-orang yang memegang jabatan publik, ada yang juga sengaja di-branding untuk maju sebagai calon presiden.

"Menariknya bahwa algoritma survei beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa publik tak yakin para calon teratas itu mampu menyelesaikan masalah kebangsaan, seperti pembelahan dalam masyarakat, masalah ekonomi, korupsi, dan lain-lain. Itu menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan bukan calon alternatif atau sosok baru, sosok yang selama ini sudah muncul, harapnya.

Beberapa figur alternatif yang dapat ditawarkan karena memiliki kemampuan dan kapasitas, seperti mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, Mendagri Tito Karnavian, dan Cendekiawan Ilham Habibie.

Baca juga: Meski Tak Ikut Kontestasi Pilgub, Pengamat Prediksi Karier Anies Tak Meredup!

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru