Optika.id - Dunia pendidikan tinggi di Tanah Air digegerkan oleh perilaku tercela dari rektor Unila yang melakukan korupsi melalui seleksi jalur mandiri. Kedeputian Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menggelar pertemuan dengan sejumlah perwakilan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mana agenda tersebut membahas proses penerimaan calon mahasiswa di berbagai PTN melalui jalur mandiri agar tidak dimanipulasi.
Kemudian, diskusi berkembang ke hal-hal lainnya, urai Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan kepada Optika.id, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: Seberapa Serius Capres-Cawapres Tumpas Korupsi?
KPK kemudian memaparkan hasil penelusuran dan laporan pengaduan yang diterima terkait seleksi jalur mandiri. Hasilnya, komisi anti rasuah tersebut menemukan dugaan penyelewengan dalam proses seleksi jalur mandiri.
Hal yang disinggung secara khusus adalah Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang tidak memiliki standar minimal, dan masing-masing ditentukan oleh PTN.
Tak hanya itu, KPK juga mendapati lemahnya tata kelola ketika melakukan penerimaan mahasiswa jalur mandiri sebab tidak ada pengaturan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) secara teknis.
Kemudian, pelaksanaan seleksi jalur mandiri pun bergantung kepada kebijakan perguruan tinggi masing-masing yang jelas bisa berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal yang perlu digarisbawahi ialah aspek transparansi dan akuntabilitas, seperti, informasi tentang kuota yang tersedia, kriteria penerimaan, dan besaran sumbangan.
Lalu, dari pertemuan itu, KPK melanjutkan dengan menerbitkan surat edaran pertama pada bulan Maret ke seluruh PTN terkait jalur mandiri, lanjut Pahala.
Ketika KPK Turun Tangan
Dalam Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyempurnaan Tata Kelola PMB Jalur Mandiri S1 Perguruan Tinggi Negeri yang dikeluarkan oleh KPK sebenarnya memuat beberapa uraian tegas dan jelas apa yang diwanti-wanti KPK.
Pahala menguraikan, SE tersebut memuat sejumlah beberapa poin utama, di antaranya yakni PTN wajib memberikan informasi mengenai penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri/non-reguler harus lebih transparan.
Tak hanya itu, surat edaran tersebut juga menyebutkan dengan pasti soal ketersediaan informasi tentang rencana jumlah mahasiswa yang akan diterima, pihak PTN pun juga diminta untuk menjelaskan secara gamblang indikator kuantitatif untuk menentukan calon mahasiswa yang akan diterima sehingga dalam prosesnya tidak abu-abu.
Indikator ini perlu dinyatakan dengan jelas karena sudah sering terjadi kan, anaknya tidak diterima terus beranggapan yang diterima pasti sumbangannya lebih besar, kata Pahala.
Selain itu, PTN juga harus menjelaskan secara eksplisit metode dan alur seleksi calon mahasiswa yang akan digunakan. Termasuk penggunaan nilai minimum (passing grade), nilai terbaik sesuai kuota, atau kombinasi keduanya. Bahkan, jika ada metode lain dalam penerimaan mahasiswa jalur mandiri, maka PTN harus menjelaskannya dengan jelas.
Menurut KPK, tindak pidana suap dan korupsi di Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) terhitung rendah kendati kuota PMB jalur mandiri lebih besar. Sebab, SPI jalur mandiri semuanya akan masuk ke kas PTN. Sementara untuk PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan PTN Satuan Kerja (Satker), SPI nya tidak semua masuk ke kas PTN. SPI ini akan masuk ke APBN terlebih dahulu baru disalurkan kembali ke PTN.
Komisi ini juga mendorong audit terbatas secara cepat pada perguruan tinggi negeri untuk memetakan kelemahan dalam proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri. Pelaksanaan audit tujuan tertentu (ATT) ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pahala menuturkan jika aturan yang dibuat oleh Kemendikbudristek dinilai pas untuk menyusun panduan yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses PMB jalur mandiri. Panduan tersebut harus mengatur tentang indikator atau kriteria penentuan kelulusan, seleksi berbasis akademik melalui tes yang dilakukan secara mandiri, konsorsium atau menggunakan hasil tes lainnya, serta transparansi terkait kuota untuk kelompok afirmasi.
Di sisi lain, KPK juga menyarankan agar proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri dilakukan secara digital sebab diyakini jka sistem ini bisa mengurangi kecurangan dalam proses seleksi. Sementara itu, digitalisasi pada proses seleksi diklaim lebih memberikan kepastian, mempercepat proses serta transparan.
Kemudian, Kemendikbudristek juga perlu memperkuat pengawasan seleksi dengan menyediakan dan menginformasikan kanal pengaduan satu arah berbasis elektronik bagi masyarakat atau calon mahasiswa baru. Jadi, masing-masing perguruan tinggi memiliki kanal pengaduannya sendiri. Hal ini dinilai akan memperkuat platform JAGA Kampus yang dikelola KPK bersama Kemendikbudristek.
Pembenahan Tata Kelola Seleksi Rawan Korupsi
Adanya operasi tangkap tangan kepada rektor Unila beberapa waktu yang lalui membuat Panut Mulyono selaku Ketua Forum Rektor Indonesia merasa miris. Menurutnya, OTT itu telah mencederai rasa keadilan masyarakat dan dunia pendidikan yang secara bersama-sama tujuannya dibangun untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kasus ini jelas sangat memprihatinkan, namun jangan digeneralisasi dengan mengambil simpulan bahwa penerimaan mahasiswa melalui jalur Mandiri sarat dengan korupsi dan praktik-praktik lain," kata Panut kepada Optika.id, Rabu (7/9/2022).
Menurut Panut, PMB jalur mandiri di PTN dikatakan sebagai salah satu bentuk diskresi dari Rektor PTN sebagai implementasi dari kebijakan pemerintah tentang ppenerimaan mahasiswa baru.
Baca juga: Banyak Napi Eks Korupsi Maju Caleg, Moralitas dan Kaderisasi Parpol Dipertanyakan
Namun, dalam proses seleksi yang dilakukan, harus mengacu pada beberapa hal yakni akuntabel, transparan, memiliki tata kelola yang baik dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat guna mencapai tujuan strategis.
Panut mengklaim jika jalur seleksi mandiri bertujuan untuk memberikan diskresi kepada para pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil keputusan yang memberikan kesempatan bagi anak-anak berprestasi lain. Salah satunya anak-anak yang memiliki prestasi dalam bidang non akademik seperti olahraga, kesenian, dan lain sebagainya.
Jadi memang adanya jalur mandiri ini untuk memberikan kemudahan bagi anak-anak lain yang belum mendapatkan kesempatan di dua jalur lainnya, kata Panut.
Dia menekankan, memang biaya pendidikan melalui jalur Mandiri dimungkinkan berbeda dari jalur SNMPTN maupun SBMPTN. Namun, penerimaan dan pemanfaatan biaya tersebut harus jelas, serta transparan untuk kemajuan pendidikan, tidak untuk keuntungan pribadi, apalagi keuntungan para pimpinan PTN.
Sedangkan, sambung Panut, sumbangan yang diambil di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimaksudkan sebagai pembiayaan subsidi silang dan pengembangan institusi.
Kendati demikian, soal perubahan sistem dan tata kelola seleksi PMB Jalur Mandiri Panut bungkam dalam memberikan saran. Dia hanya mengatakan jika Kemendikbudristek adalah satu-satunya pembuat kebijakan dan regulasi serta mengatur berbagai persoalan perguruan tinggi. Dia juga mengatakan, yang terkait teknis hanya bisa diberikan oleh Kemendikbudristek.
Ombudman Sebut Seleksi Mandiri Minim Pengawasan
Menanggapi seleksi jalur mandiri, Indraza Marzuki selaku anggota Ombudsman memiliki pandangan bahwa terjadinya suap dan korupsi di penerimaan mahasiswa jalur mandiri disebabkan kurangnya pengawasan yang dilakukan yang dilakukan oleh beberapa pihak. Seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), maupun lembaga pengawas lainnya seperti KPK, BPK, dan BPKP. Lembaga di atas diilai kurang melakukan tugasnya.
Menurutnya, seleksi mahasiswa baru di perguruan tinggi lewat jalur mandiri sebetulnya tidak menyalahi aturan. Sebab, seluruh aturan PMB jalur mandiri telah tertuang dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2020. Hanya saja, dengan kewenangan yang keseluruhannya diberikan kepada PTN seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyalahgunakan wewenang dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.
Jalur mandiri memang sepenuhnya dikelola oleh PTN, mereka memiliki otoritas untuk mengaturnya sendiri mulai dari administrasi dan sebagainya, dan ini yang harus diperbaiki, kata Indraza saat dihubungi, Rabu (7/9/2022).
Kebebasan yang diberikan kepada PTN dalam pengelolaan jalur mandiri, kata Indraza, seringkali menimbulkan penyalahgunaan dalam pelaksanaannya di lapangan. Ihwalnya ialah belum adanya standar yang jelas terkait dengan proses dan tata kelolanya.
Baca juga: Umbar Teror ke Media, MAKI: Pimpinan KPK Cemen!
Hal-hal ini lah yang kemudian menjadi masalah seleksi jalur mandiri sampai sekarang, jadi standar ini memang harus diberikan standar, dan pihak PTN juga harus transparan, kata Indraza.
Dia pun menyarankan agar Kemendikbudristek memperkuat pengawasan ke berbagai PTN untuk mencegah penyalahgunaan wewenang yang telah diberikan dalam PMB jalur mandiri.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem penerimaan mahasiswa dilakukan secara transparan, sehingga masyarakat dan juga peserta didik bisa mengetahui kriteria seperti apa mahasiswa yang akan diterima di PTN tersebut.
Indraza juga mencermati bahwa ada salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya suap di perguruan tinggi yakni belum adanya budaya tata kelola good government dan clean government.
Misalnya, rektor bisa menentukan beberapa standar biaya umum atau SBU dalam sistem penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri yang menyebabkan munculnya sikap permisif.
Indraza menilai jika ketiadaan SBU inilah yang menajdi pintu utama dalam penyelewerngan PMB jalur mandiri. Dirinya menyarankan kepada Kemendikbudristek agar meninjau ulang aturan soal SBU ini dengan diseragamkan batas minimalnya.
Tujuannya, tidak ada lagi pihak-pihak nakal yang memanfaatkan celahnya melakukan tindak korupsi. Indraza juga mengatakan jika evaluasi total perlu dilakukan sampai menghapus sistem penerimaan mandiri.
Di satu sisi, menurutnya PMB di PTN cukup dilakukan dengan jalur seleksi biasa saja. Dengan seleksi biasa, semua bisa dipantau dan dijamin transparansinya. Argumentasinya, sistem penerimaan biasa lebih bisa diawasi semua pihak.
Kalau perlu ditinjau ulang dan dihapus saja lah sistem mandiri ini, sehingga Rektor tidak bisa begitu saja secara leluasa menentukan tarif dan menyalahgunakan wewenangnya, ujarnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi