Optika.id-Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kota Surabaya menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih sepenuhnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya Cahyo Siswo Utomo di Surabaya, mengatakan, beberapa waktu yang lalu, rakyat terpukul atas kenaikan harga minyak goreng.
Baca juga: Warga Jakarta Menyatakan Siap Tinggalkan PKS Usai Tak Jadi Dukung Anies
"Belum selesai harga minyak goreng melonjak, harga telur meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. Akan terjadi efek domino kenaikan harga di sektor lainnya," kata dia, Jumat (9/9/2022).
Menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih sepenuhnya, seperti tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, sopir truk dan angkot, buruh/pekerja, pelaku UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan, dan elemen masyarakat lainnya.
Cahyo mengatakan bahwa Surabaya sebagai kota pesisir dengan lebih dari 9.000 keluarga nelayan, tentu sangat terpukul dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan solar sebesar lebih dari 26 persen akan membuat kenaikan perbekalan nelayan lebih dari 50 persen.
Hal itu, menurut dia, sangat berat bagi mayoritas nelayan yang merupakan nelayan kecil. Belum lagi, jatah solar subsidi untuk nelayan 500.000-an kiloliter tidak sepenuhnya bisa diakses oleh nelayan.
Kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan. Kenaikan pertalite dari Rp 7.650,00/liter menjadi Rp 10.000,00/liter atau sebesar 30 persen, maka inflasi akan naik sebesar 3,6 persen. Setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen.
Pada bulan Juli 2022 inflasi tahunan mencapai 4,94 persen maka angka inflasi akhir tahun bisa menembus 78 persen. Khusus Surabaya, beberapa hari lalu BPS Jatim bahkan merilis bahwa Surabaya satu-satunya kota dari delapan kota IHK (indeks harga konsumen) di Jawa Timur yang mengalami inflasi.
Cahyo menyebutkan inflasi bulanan Surabaya pada bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 0,26 persen.
Kondisi ini, lanjut dia, akan memukul kehidupan rakyat karena daya beli dan konsumsi akan makin melemah. Selanjutnya, angka kemiskinan akan meningkat dan pengangguran makin bertambah.
Baca juga: PKS Ungkap Alasan Pilih Suswono Jadi Cawagub RK di Pilgub Jakarta
Besaran bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp24,17 triliun, menurut dia, tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat dampak pandemi dan angka inflasi yang sudah tinggi.
Bahkan, di Surabaya, warga yang berhak menerima bansos dari pemerintah pusat berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos hanya 97.981 KPM (keluarga penerima manfaat). Hal ini, kata dia, masih jauh dari jumlah warga yang terdampak dan rentan terhadap kenaikan harga BBM subsidi ini.
Ia menyebutkan jumlah penduduk miskin di Surabaya saja lebih dari 152.000 menurut BPS. Hal ini tentu akan merasakan dampak luar biasa dari kenaikan harga BBM ini.
"Seiring dengan bertambahnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,68 persen atau 153.000 orang," ujarnya.
Untuk itu, Fraksi PKS mendorong pimpinan DPRD dan Wali Kota Surabaya menyampaikan sikap menolak kenaikan BBM bersubsidi kepada pemerintah pusat.
Baca juga: Survei SMRC: Pemilih PKB, NasDem dan PKS Pilih Anies Jika Bersanding dengan RK
Selain itu, meminta Presiden RI Joko Widodo membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi dan melakukan efisiensi terhadap APBN dan mencegah serta mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran sehingga tidak mengurangi pos anggaran subsidi BBM untuk rakyat.
Reporter: Angga Kurnia Putra
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi