Optika.id - Hambatan normatif berupa adanya keterbatasan UU dalam mengurai soal pidana pemilu nyatanya masih menjadi hambatan penegakan hukum pemilu oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Hal tersebut sama-sama menjadi pokok persoalan yang disampaikan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, dan Jampidum Kejagung RI, Fadil Zumhana, dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Sentra Gakkumdu di Hotel Gran Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin malam (19/9/2022).
Baca juga: Perpanjang Rekapitulasi, KPU Surabaya Ajukan Rekomendasi ke Bawaslu
"Hambatan normatif dalam penegakan pemilu, di mana UU Pemilu dan UU Pilkada masih banyak membuka ruang tafsir dan bersifat ambigu. Termasuk dalam penegakan tindak pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu," ujar Bagja.
Bagja mencontohkan tentang salah satu norma dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memuat aturan ambigu terkait dengan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, serta fasilitas umum. Menurutnya, bahasa penyambungannya saja sudah menjadi hal yang patut dipermasalahkan.
"Bahasa penyambungnya 'dan', bukan 'dan/atau'. Ini persoalan tersendiri dalam Sentra Gakkumdu. Sehingga lebih bagus kiranya dari mulai Sentra Gakkumdu ini," ucapnya.
Dia menambahkan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, menjadi tugas Gakkumdu untuk menemukan dan merombak formulasi yang tepat guna membuat tafsiran seragam baik dari tingkat pusat sampai daerah.
Sementara itu, Jampidum Fadil Zumhana menyoroti ketidakjelasan UU Pemilu dalam mengatur penegakan hukum pemilu.
Baca juga: Bawaslu Tangani 46 Kasus Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024
"Berkaitan dengan tindak pidana pemilu, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang selanjutnya disebut UU Pemilu, tidak memberikan definisi atau pengertian apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu," paparnya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini UU Pemilu tersebut hanya mengatur soal ketentuan pidana terhadap berbagai perbuatan yang termasuk dalam kategori tindak pidana umum sampai dengan rumusan definisi dari tindak pidana pemilu.
Fadil kemudian menyatakan bahwa definisi tindak pidana pemilu sebenarnya sudah diatur ke dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana dan Pemilihan Umum.
"Yang menjelaskan bahwa tindak pidana pemilihan umum adalah tindak pidana pelanggaran dan atau kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pemilu. Dan juga Peraturan Bawaslu Nomor 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan Pelanggaran Pemilihan Umum," paparnya.
Baca juga: Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024, Ini Dampaknya
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi