Surabaya (optika.id) - Ribuan tempat pemungutan suara (TPS) telah menggelar pemungutan suara ulang (PSU) pemilu 2024, Rabu (28/2/2024).
Bawaslu sebelumnya merekomendasikan pemungutan suara ulang di ribuan TPS karena terjadi sejumlah masalah usai pencoblosan serentak. Bawaslu menyebut ada sebanyak 2.413 TPS berpeluang melakukan PSU. Hal itu terjadi karena antara lain adanya pemilih di TPS tersebut yang mendapatkan hak pilihnya lebih dari satu kali.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
PSU dilakukan demi memastikan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat berjalan dengan baik. Namun, selain berdampak positif bagi keberlangsungan proses demokrasi, di sisi lain pemungutan suara ulang juga memiliki dampak negatif.
Meski tidak mampu memuaskan seluruh pihak, hasil PSU cenderung dapat diterima oleh banyak pihak. Namun, bukan berarti PSU tidak memanen sejumlah persoalan lain. Setidaknya ada beberapa efek negatif dari penyelenggaraan ulang pemungutan suara.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Yang pertama, butuh anggaran tambahan. Anggaran ini termasuk anggaran logistik, gaji untuk penyelenggara PSU di setiap TPS, hingga gaji petugas keamanan, biaya pembuatan TPS, dan konsumsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rentang waktu paling lama 10 hari untuk menyelenggarakan PSU, memaksa KPU Kabupaten menyediakan logistik PSU dengan cepat. Dalam waktu kurang dari dua minggu tersebut KPU Kabupaten harus mengorganisir KPPS, PPS dan PPK, menyiapkan logistik pemilu hingga mengundang pemilih untuk hadir mencoblos.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
PSU berpeluang adanya suara golput karena rendahnya tingkat kehadiran pemilih di TPS. Hampir seluruh TPS yang menyelenggarakan PSU mengalami penurunan angka kehadiran pemilih ke TPS. Hal ini disebabkan karena pemilih merasa membuang-buang waktu melakukan pencoblosan kali kedua.
Terakhir, PSU di beberapa wilayah memunculkan berbagai ketegangan baik di kalangan penyelenggara pemilu, peserta pemilu maupun masyarakat secara umum.
Editor : Pahlevi