[caption id="attachment_36950" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Sri Sugeng Pujiatmiko (Mantan Komisioner Bawaslu Jatim)[/caption]
Optika.id - KPU mengambil kebijakan membatasi usia petugas ad hoc pada pemilu tahun 2024 dinilai positif, karena mengingat pengalaman Pemilu 2019 banyak petugas ad hoc yang meninggal dunia, sebagai akibat beban kinerja petugas ad hoc pada penyelenggaraan Pemilu 2019 yang hampir sama dengan beban kinerja penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca juga: KPU Segera Terbitkan Aturan di Setiap Daerah untuk Patuhi Putusan MK
Petugas ad hoc yang perlu mendapat perhatian untuk pembatasan usia adalah petugas KPPS, karena petugas KPPS menjalankan tugas pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara yang dilaksanakan dan diselesaikan pada hari yang sama, artinya pemungutan dan penghitungan suara serta merekap dalam formulir C-1 di Tempat Pemungutan Suara harus diselesaikan pada hari yang sama, tidak boleh diselesaikan pada hari berikutnya, kecuali jika pemungutan dan penghitungan suaranya belum selesai sampai dengan jam 00.00, maka tetap harus diselesaikan sampai dengan selesai, meskipun selesainya pada hari berikutnya.
Penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara serta merekap hasil perolehan suara di formulir C-1 pada Pemilu 2019 membutuhkan waktu yang sangat panjang, yang dimulai jam 7 sampai dengan selesai, ada yang baru selesai jam 3 pagi bahkan ada yang baru selesai jam 6 pagi hari berikutnya.
Melihat kondisi seperti itu, maka petugas KPPS harus memiliki fisik yang prima, sehingga pembatasan usia petugas ad hoc perlu dilakukan KPU. Sedangkan petugas ad hoc lainnya, seperti PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) perlu juga dibatasi usianya, meskipun petugas PPS tidak melakukan rekapitulasi, tetapi PPS ikut serta dalam rekapitulasi suara di tingkat PPK. Rekapitulasi suara di tingkat PPK juga membutuhkan waktu yang panjang, bahkan kadang sehari belum selesai, dan bahkan sampai dengan berhari-hari dilihat dari banyaknya jumlah TPS di wilayah kecamatan, kecuali rekapitulasi suaranya dilakukan dengan sistem kelompok.
Pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 yang dilaksanakan secara serentak nasional dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah minimbulkan banyak korban petugas ad hoc (khsusunya KPPS) yang meninggal dunia, sebagai akibat kecapekan, sehingga petugas KPPS harus memiliki fisik yang prima untuk melaksanakan tugas pemungutan dan penghitungan suara.
Meskipun, akibat meningal dunia petugas ad hoc, faktor kecapekan bukan faktor utama, tetapi faktor kecapekan merupakan pemicu meninggalnya petugas ad hoc, karena (mungkin) petugas ad hoc memiliki riwayat sakit yang sudah ada. Maka yang juga perlu menjadi perhatian KPU adalah terkait dengan pembatasan 2 (dua) kali jabatan petugas ad hoc, sehingga bagi petugas ad hoc tidak perlu dibatasi masa jabatannya. Sebab, petugas ad hoc yang baru sama sekali akan berdampak pada kinerja mereka dalam pelaksanaan tugasnya.
Bagi petugas ad hoc yang baru dan tidak memiliki pengalaman dalam penyelenggaraan pemilu akan mempengaruhi kinerja mereka, karena belum memiliki pengalaman. Kondisi-kondisi itu yang harus menjadi perhatian KPU untuk meredisign ulang petugas ad hoc terkait dengan batasan masa jabatan. Jadi menurut hemat kami batasan masa jabatan petugas ad hoc lebih baik dikesampingkan, dan pembatasan usia petugas ad hoc yang perlu diutamakan yang dibuktikan dengan syarat kesehatan.
Baca juga: KPU Amati Putusan MK dan Akan Konsultasi dengan DPR RI
Dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019, petugas ad hoc yang baru dan yang sudah berpengalaman akan mempengaruhi kecepatan pelaksanaan tugasnya, karena mengisi formulir yang disediakan oleh KPU juga mudah dipahami oleh petugas ad hoc. Tentu KPU harus menyiapkan Peraturan KPU untuk membuat kebijakan itu agar dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak lagi menimbulkan banyak korban.
Terkait dengan syarat kesehatan petugas ad hoc menjadi penting, selain batasan usia, maka KPU harus melakukan kerjasama dengan Menteri Kesehatan terkait dengan persyaratan kesehatan, tentu pola kerjasamanya seperti apa, KPU dan Menteri Kesehatan harus duduk bersama terkait dengan persyaratan kesehatan yang sudah barang tentu akan berdampak pada alokasi anggarannya.
Faktor usia belum tentu menjamin seseorang sehat secara fisik, maka syarat kesehatan menjadi pilihan bagi KPU untuk mengimbangi batasan usia petugas ad hoc. Persyaratan sehat yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit atau Puskesmas hanya memeriksa berat dan tinggi badan, tekanan darah dan mata saja, tanpa memeriksa kondisi fisik secara keseluruhan.
Maka jika persyaratan kesehatan, misalnya dengan general chek-up tentu akan membutuhkan biaya yang banyak, maka siapa yang akan menanggung beban anggaran itu, apakah KPU atau pemerintah atau petugas ad hoc. Tentu jika dibebankan kapada KPU, maka KPU akan memerlukan biaya tambahan terkait dengan pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan bagi petugas ad hoc.
Baca juga: KPU Diimbau Laksanakan Putusan MK Guna Menjaga Demokrasi!
Jika dilakukan pemeriksaan kesehatan secara general chek-up, maka itu diberlakukan bagi petugas ad hoc yang telah dipilih, dan jika ternyata dalam pemeriksaan general chek-up ditemukan terdapat penyakit, maka petugas ad hoc tersebut dapat diganti dengan calon petugas ad hoc yang lain. Sebab jika persyaratan kesehatan yang dibuktikan dengan general chek-up dibebankan kepada calon petugas ad hoc, maka akan memberatkan bagi calon petugas ad hoc.
Maka, syarat pembatasan usia petugas ad hoc menjadi penting untuk memberikan perlindungan dan meminimalisir meninggalnya petugas ad hoc yang akan bekerja dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara, maka KPU harus menerbitkan Peraturan KPU terkait dengan pembatasan usia petugas ad hoc, dan tidak membatasi masa jabatan petugas ad hoc.
Editor : Pahlevi