Optika.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengingatkan kepada mahasiswa agar paham terhadap berbagai jenis kekerasan seksual sehingga mereka bisa terhindar dari trauma serta menghapus stigma terhadap korban kekerasan seksual.
Dari banyaknya kasus akhir-akhir ini, ditengarai banyak mahasiswa yang belum paham apa saja jenis-jenis kekerasan seksual. Sepanjang Januari hingga Juli tahun 2022, Kemendikbudristek mencatat ada 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 sekolah dalam wilayah Kemendikbudristek, serta 9 kasus di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama.
Baca juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
Kemudian, berdasarkan survei Kemendikbud yang dilakukan di sebanyak 29 kota dan 79 kampus pada tahun 2020 silam, tercatat ada 63% kasus kekerasan seksual yang diketahui tidak dilaporkan. Dalih dari diamnya korban ialah untuk menjaga nama baik kampus dan agar tidak mendapat masalah di penghujung kelulusannya.
Mahasiswa agar lebih aware dan bisa segera melapor jika terjadi kekerasan seksual, melapornya dari awal ketika efeknya belum begitu berat agar bisa langsung ditangani, kata Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Shara Zakia Nissa di Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Mendikbudristek Nadiem Makarim sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi untuk mencegah kekerasan seksual.
Untuk itu, dia mengajak agar mahasiswa dan mahasiswi lebih mawas dan mengetahui berbagai jenis kekerasan seksual. Bahkan, baru-baru ini Kementerian Agama (Kemenag) juga mengkategorikan siulan sebagai kekerasan seksual.
Terdapat 21 jenis kekerasan seksual di Permendikbud, di dalamnya termasuk siulan yang mungkin dianggap bercanda, termasuk mengirimkan konten seksual melalui digital, ujarnya.
Bentuk Satgas di Lingkungan Kampus
Shara Zakia pun mengimbau kepada para siswa korban kekerasan seksual untuk segera melapor ke pihak kampus atau berkonsultasi ke psikolog atau ahli jiwa apabila mengalami kekerasan seksual.
Pasalnya, bagi mereka yang ketakutan untuk melapor pada akhirnya cenderung memendam hingga waktu yang lama dan menimbulkan dampak trauma pada kesehatan mentalnya nanti.
Baca juga: Femisida Masih Dimaklumi Masyarakat Karena Stigma dan Status Korban
Misalnya, ketika dia jadi mahasiswa kemudian mendapat kekerasan seksual dengan siulan namun itu sangat mengganggunya. Kemudian ketika dia mendengar siulan tapi itu kemudian bisa memicu dan terbawa ketika lebih tua lagi. Nah ini yang dibilang dampaknya berat dan bahkan tidak sadar, ucapnya.
Sementara itu, untuk menangani kekerasan seksual di kampus, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta menunjukkan manifestasi kepedulian dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Ini adalah bentuk komitmen kita bahwa kita tidak mentolerir kekerasan seksual khususnya di lingkungan UPN Veteran Jakarta, kata Rektor UPN Veteran Jakarta Erna Hernawati.
Erna menuturkan, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UPN Veteran Jakarta tersebut memiliki anggota sebanyak 25 orang. Di antaranya yang terlibat adalah pihak dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa yang berasal dari berbagai fakultas di UPN Veteran Jakarta di dalamnya.
Erna menjelaskan bahwa pembentukan satgas tersebut merupakan amanah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Baca juga: Tak Hanya Perempuan, Kaum Laki-Laki juga Wajib Belajar Literasi TPKS
Selain itu juga ada hal yang cukup meresahkan yaitu siaran pers Komnas Perempuan tentang catatan tahunan untuk tahun 2022 di mana tercatat sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukan pada tahun 2021, ujarnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi