Optika.id - Masyarakat yang enggan dan menghindari obat-obatan medis, kerap memilih obat herbal sebagai solusi alternatif bagi mereka. Hal ini dikarenakan obat herbal diklaim tidak membuat orang menjadi ketergantungan serta lebih aman bagi kesehatan organ-organ tubuh seperti hati dan ginjal.
Akan tetapi, menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Nefrolog Anak, Ina Zarlina, obat herbal nyatanya dapat merusak ginjal kendati diklaim terbuat dari bahan alami.
Baca juga: Ini Cara Atasi Nyeri Menstruasi Tanpa Obat
Herbal itu juga kimia, kimia organik, zat makanan itu juga kimia. Belum tentu herbal lebih sehat ya apalagi kalau belum jelas komposisinya karena herbal juga bisa merusak ginjal, kata Ina dalam sesi Live IG bersama Siloam Hospital, Selasa (25/10/2022).
Seseorang dengan kondisi kesehatan ginjal tertentu, ungkapnya, perlu berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan herbal terutama yang mengklaim kandungan herbal akan sayuran hijau.
Sayuran hijau itu tinggi vitamin K, pada pasien-pasien ginjal yang menderita hiperkalemia atau kalemianya tinggi itu justru berbahaya, jadi perlu kehati-hatian ucapnya.
Ironisnya, obat-obatan herbal di Indonesia mayoritas tidak melengkapi informasi terkait komposisi yang terkandung dalam obat herbal. Selain itu, masih banyak obat herbal yang tidak memiliki izin edar dan penggunaan dari otoritas yang berwenang yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Obat herbal dinyatakan aman untuk dikonsumsi apabila telah dibuktikan melalui uji ilmiah dengan serangkaian uji klinis. Selain itu, juga dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
Obat herbal juga harus diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksinya dengan senyawa obat lain.
Mengutip dari Hello Sehat, Rabu (26/10/2022), diketahui bahwa ada beberapa obat herbal di Indonesia yang khasiatnya hanya terbukti sejauh eksperimen kepada hewan, bukan manusia.
Baca juga: Bisakah Atasi GERD Tanpa Konsumsi Obat? Simak Caranya!
Hasil percobaan praklinik inilah yang sering kali dijadikan dasar bahwa obat herbal dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Oleh sebab itu, obat herbal juga tidak disarankan untuk dikonsumsi sebagai pengganti obat medis, apalagi jangka panjang. pasalnya, obat medis diberikan dengan takaran dan indikasi ilmiah, serta menyesuaikan kondisi kesehatan pasien. Tentu hal tersebut berbeda dengan obat herbal yang kerap asal kira.
Masyarakat juga tidak dianjurkan mengonsumsi obat herbal bersamaan dengan obat medis yang diresepkan, pasalnya kandungan senyawa antara obat herbal dan obat medis dapat berinteraksi dan memperburuk kondisi kesehatan.
Obat herbal juga umumnya diproduksi secara masal untuk kondisi kesehatan yang umum. Sehingga berpotensi menimbulkan reaksi atau efek samping yang berbeda pada setiap orang misalnya sakit kepala, asma, alergi kulit, dan gejala keracunan makanan seperti mual, muntah, diare.
Baca juga: Penggunaan Jamu dalam Dunia Medis, Etnomedisin Berbalut Tradisi?
Melansir dari laman Better Health, pada Rabu (26/10/2022), sejatinya obat herbal boleh dikonsumsi, akan tetapi dengan catatan, sifatnya hanya sebagai penunjang sistem kekebalan tubuh bukan obat untuk menyembuhkan keluhan atau penyakit tertentu. Jika obat herbal ditujukan untuk pengobatan maka perlu mendiskusikan terlebih dahulu kepada dokter.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi