Optika.id - Dokter spesialis forensik, Baety Adhyati menjelaskan kendala yang kerap ditemui dalam pembuktian forensik terkait dengan kasus kekerasan seksual. Yakni bekas luka pada korban yang kondisinya bergantung pada waktu kejadian.
Kasus-kasus yang baru, misalnya terjadi beberapa hari atau saat hari itu terjadi langsung lapor, itu jarang sekali terjadi atau misalnya dalam kurun waktu seminggu dua minggu, terus lapor itu termasuk yang jarang, kata Baety dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/11/2022).
Baca juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
Biasanya, korban kekerasan seksual tidak segera memeriksakan diri ke dokter dan melakukan visum. Sehingga berbagai bukti penting yang bisa menjerat pelaku seperti adanya ejakulat dalam alat kelamin atau di bagian tubuh lainnya sudah menghilang dan tidak bisa dibuktikan lagi.
Idealnya pemeriksaan luka oleh dokter menurut Baety dilakukan sesegera mungkin pasca kejadian sehingga kemungkinan penemuan bukti forensic lebih tinggi dan korban memiliki bukti yang kuat untuk menjerat pelaku agar berhadapan dengan hukum dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Di satu sisi, Baety juga mengaku memahami bahwa tidak mudah bagi korban yang mempertimbangkan dan memutuskan untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami. Baety memahami dari sisi korban bahwa itu adalah peristiwa berat dan traumatik yang menimpa korban.
Dalam berbagai kasus, Baety menyebut korban baru memndatangi dokter ketika peristiwa kekerasan tersebut sudah berlalu sekian lama, bahkan hingga bertahun jaraknya, sehingga bekas luka di tubuh korban atau bekas kekerasan seksual lain tidak ditemukan karena sudah sembuh dengan sendirinya, dan lenyap seiring berjalannya waktu.
Di beberapa kasus seperti pada korban anak, pihak orang tua, bahkan baru menyadari bertahun-tahun kemudian ketika didapati perubahan perilaku pada anak.
Sehingga, agak sulit juga pembuktiannya. Kadang-kadang masih ditemukan luka lama tapi lebih sering tidak ketemu apa-apa, karena lukanya sudah sembuh, sudah tidak kelihatan, ujar Baety.
Kategori Tanda Kekerasan
Baety membagi tanda kekerasan atau bekas luka menjadi dua kategori, yakni luka baru dan luka lama. Biasanya, luka baru dapat berupa luka lecet, luka memar, luka terbuka dan sobekan selaput dara.
Sedangkan luka lama bisa ditelusuri dari bekas memar luka lama, serta robekan lama.
Baca juga: Femisida Masih Dimaklumi Masyarakat Karena Stigma dan Status Korban
Biasanya kami lihat kasusnya, kejadiannya lama atau baru. Nanti kami lihat luka yang ditemukan relevan atau tidak dengan kejadian, apakah ini ditemukan luka baru atau luka lama, katanya.
Dalam beberapa kasus, Baety terkadang menemukan korban yang memeriksakan kondisi luka ke pihak bukan dokter atau pihak yang tidak memiliki kompetensi khusus untuk menilai dan menangani luka. Yang terjadi selanjutnya yakni permasalahan baru berupa korban yang kebingungan dan malah seolah dioper dari satu tempat pemeriksaan ke tempat lainnya hingga akhirnya korban menyerah.
Kadang-kadang yang seperti ini kan melelahkan juga untuk korban dan keluarga, sehingga akhirnya mereka tidak jadi lapor atau tidak jadi datang ke tempat rujukan, ujar Baety.
Perhatikan Hak Privasi
Sementara itu, Baety menyebut jika idealnya fasilitas kesehatan yang menyediakan pemeriksaan forensic tersebut mengedepankan hak privasi dan menjunjung kenyamanan korban seperti tidak berdekatan atau bercampur dengan poli lainnya yang umum dikunjungi banyak orang. Jadi, harus terpisah.
Menurut Baety, fasilitas kesehatan yang berada di daerah belum semuanya mampu memiliki ruangan khusus untuk melakukan pemeriksaan forensic terhadap korban kekerasan seksual. Dia pun menyayangkan fasilitas pemeriksaan yang ideal hanya tersedia di rumah sakit tipe A saja.
Baca juga: Tak Hanya Perempuan, Kaum Laki-Laki juga Wajib Belajar Literasi TPKS
Sebenarnya tidak selalu harus rumah sakit besar atau hanya yang mampu, tidak juga. Kadang-kadang perlu pemahaman dari manajemen rumah sakit juga untuk dapat menyediakan yang representatif, tidak harus bagus, yang penting ada dan representatif, jelasnya.
Dukungan sistem dan infrastruktur penanganan korban kekerasan di tingkat wilayah, tutur Baety sangat penting. Dengan begitu, akses bagi korban menjadi lebih mudah.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi