Tindakan Represif Atas Protes KTT G20 dan KUHP Tambah Skor Buruk Kebebasan Berekspresi

Reporter : Haritsah

Optika.id - International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan SETARA Institutemenganalisis pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), penindakan pasal bermasalah dalam KUHP, hingga tindakan represif terhadap demonstrasi dalam KTT G20di Bali menjadi penambahan catatan buruk indikator kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Baca juga: Komnas HAM Soroti RKUHP, Soal Apa itu?

Dua lembaga tersebut menyatakan, KUHP yang masih menyisakan berbagai pasal yang bermasalah, terutama dalam hal kebebasan bereskpresi dan menyatakan pendapat, menjadi faktor kuat di balik menurunnya skor pada indikator ini. Pasal tentang penghinaan kepada pemerintah atau lembaga negara, penghinaan kepada Presiden, demonstrasi yang mengganggu kepentingan umum, hingga pidana bagi penyebar berita yang dianggap bohong yang mengakibatkan kerusuhan, merupakan pasal-pasal karet dalam KUHP yang sangat rentan memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk kebebasan pers.

"Bahkan PBB Indonesia turut menegaskan keprihatinan adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan HAM, termasuk di antaranya kebebasan berekspresi dan berpendapat, bahkan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers, kata Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani dalam keterangan yang dikutip dalam ringkasan eksekutif Pemajuan Tanpa Keadilan (?) Indeks Kinerja HAM 2022, Sabtu, 10 Desember 2022.

Sebelum KUHP disahkan, SETARA Institute dan INFID memperhatikan fakta di lapangan, seperti pengamanan demonstrasi penolakan kenaikan BBM di banyak daerah, represifitas aparat terhadap aktivis dan mahasiswa dalam KTT G20 di Bali, pembubaran diskusi publik dengan dalih kepentingan umum, hingga pemboikotan sejumlah peneliti asing oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kajian riset mengenai populasi orangutan di Indonesia yang terjadi, menjadi bukti rapuhnya jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat di negara demokrasi ini.

Fakta-fakta ini pun berkontribusi pada memburuknya skor indikator Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat dalam Indeks Kinerja HAM 2022. Dalam penelitian SETARA Institute dan INFID, Hak Sipil dan Poltik atau Hak Sipol di Indonesia mengalami penurunan skor 0,1 menjadi 3,1 dalam Indeks Kinerja HAM 2022.

SETARA Institute dan INFID mengatakan skor 3,1 Hak Sopil ini jauh dari kata membaik. Pasalnya, variabel Hak Sipil mengalami kecenderungan mencatat skor buruk setiap tahunnya. SETARA Institut dan INFID menilai upaya perlindungan dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat masih jauh dari harapan. Adapun skor rata-rata nasional adalah 3,3.

"Alih-alih beranjak lebih baik, skor pada indikator ini justru mengalami regresi sebesar 0,1 dari tahun sebelumnya dan selalu menjadi indikator penyumbang skor terendah pada Indeks Kinerja HAM tiap tahunnya, kata Ismail Hasani.

Pengukuran diberikan terhadap 6 indikator Hak Sipol dan 5 indikator Hak Ekosob serta 19 indikator untuk Isu HAM Khusus yang terdiri dari 6 indikator isu HAM Papua dan 13 indikator untuk isu kelompok minoritas. Nilai dari setiap indikator berasal dari rata-rata nilai seluruh sub-indikator dalam satu indikator. Adapun basis pengukuran dan pengumpulan data berasal dari berbagai sumber dan proses di antaranya berasal dari dokumen yang mencatat kinerja HAM pemerintah, laporan media dan laporan berbagai lembaga yang relevan maupun respons terhadap peristiwa-peristiwa penting terkait HAM yang kemudian diolah menjadi narasi penegakan HAM.

Baca juga: Draf Final RKUHP: Hina Polisi, DPR, Kejaksaan dan Pemda Dibui 18 Bulan

Dalam indeks ini, skala pengukuran ditetapkan dengan rentang nilai 1-7, di mana angka 1 menunjukkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling buruk dan angka 7 menunjukkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling baik.

Adapun enam subindikator Hak Sipol antara lain hak hidup, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak turut serta dalam pemerintahan, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat. Kebebasan Berekspresi Sumbang Skor Terkecil

Dari enam subindikator tersebut, kebebasan berekspresi dan berpendapat menyumbang skor terkecil dengan 1,5. Sementara hak hidup dan hak atas rasa aman pada skor sama 3,3. Kemudian hak memperoleh keadilan pada skor 3,6. Lalu yang tertinggi adalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan hak turut serta dalam pemerintahan. Kedua subindikator tersebut berada pada skor 3,7.

Selain indikator Hak Sipol, skor terendah juga terjadi pada indikator Isu HAM Khusus dengan skor 2,5. Isu HAM Papua juga belum mengalami kemajuan dengan subindikator yang bahkan tidak menyentuh skor 2,5.

Baca juga: Tolak RKUHP Bermasalah, Ratusan Mahasiswa Surabaya Geruduk DPRD Jatim

Adapun peningkatan skor pada Indeks Kinerja HAM 2022 ini disumbang oleh indikator-indikator pada variabel Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau Hak Ekosob, terutama hak atas pendidikan sebagai penyumbang skor terbesar pada variabel tersebut. Meski demikian, angka 4,4 pada indikator hak atas pendidikan ini sebetulnya mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan skor pada Indeks Kinerja HAM 2020, yaitu pada angka 4,6.

Berdasarkan Indeks Kinerja HAM 2022 ini, SETARA Institute dan INFID meminta Presiden Joko Widodo kembali meneguhkan kembali janji politiknya dalam pemajuan HAM di sisa dua tahun kepemimpinannya. Presiden Jokowi bisa melakukan ini dengan memperkuat politik kemajuan HAM melalui pengarusutamaan program-program yang terukur dan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap nilai-nilai HAM.

Adapun dalam hal legislasi, SETARA Institute dan INFID mendesak Pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang dan merevisi pasal-pasal bermasalah dalam KUHP dengan proses yang lebih memperhatikan meaningful participation.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru