Penunjukan Pj Kepala Daerah Berpotensi Ganggu Stabilitas Pemilu

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Penunjukan sebanyak 272 Penjabat (Pj) Kepala Daerah oleh Kemendagri menjelang Pemilu 2024 dianggap mengundang prahara. Selain melanggar konstitusi akibat menunjuk Pj tidak melalui pemilihan umum (Pemilu), penunjukan Pj Kepala Daerah juga kental dengan tendensi politik.

Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!

Ujang Komaruddin selaku pengamat politik Universitas Al Azhar mengaku khawatir dengan keberadaan para Pj Kepala Daerah ini. Menurutnya, Pj Kepala Daerah malah bisa mengganggu stabilitas jalannya Pemilu 2024, bukannya menjadikan kondusif.

Ya memang posisi pj itu untuk kepentingan politik kekuasaan. Kepentingannya tidak lain dan tidak bukan untuk persoalan pemilu. Lalu apa bicaranya? Pilpres, pileg dan tentu juga pilkada, ucapnya ketika dihubungi Optika.id, Selasa (20/12/2022).

Dia menilai peluang para Pj Kepala Daerah baru ini tidak terlalu netral ketika pesta demokrasi 5 tahunan itu digelar. Dia menganggap jika Pj Kepala Daerah itu akan menguntungkan salah satu kelompok atau partai tertentu. Bukan tidak mungkin nantinya akan muncul dalam benak rakyat jika penunjukan ini dianggap sebagai bentuk tindakan korupsi besar-besaran.

Ujang menjelaskan, korupsi yang dimaksud bukanlah korupsi uang, melainkan korupsi kebijakan yang bukan hal mustahil nantinya dilakukan oleh para Pj Kepala Daerah yang ditunjuk oleh presiden itu.

Dalam pendapatnya, Ujang menjelaskan jika korupsi kebijakan lebih berbahaya karena berpotensi membuat aturan dan undang-undang serta regulasi untuk menguntungkan pihak tertentu.

Itu lebih berbahaya lagi, kini bisa kita lihat jelas Pj Gubernur DKI Jakarta yang ditunjuk presiden. Kebijakan yang diambil malah enggak jelas seolah menunjukkan sisi yang berbeda dengan gubernur lama, jelas dia.

Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Sebelumnya, pernyataan terkait penunjukan Pj Kepala Daerah serupa juga digaungkan oleh Rocky Gerung, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI). Rocky menganggap jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepatutnya sudah dimakzulkan karena menunjuk 272 Pj Kepala Daerah.

Pemimpin-pemimpin ini tidak dipilih oleh kedaulatan rakyat tapi oleh kedaulatan presiden. Jadi indonesia sekarang, prinsipnya kedaulatan presiden bukan kedaulatan rakyat. Harusnya di negara beradap udah di impeach (pemakzulan) presiden Jokowi, karena dia udah melanggar konstitusi pasal 1 ayat 2, jelas Rocky dalam sebuah video singkat yang diterima Optika.id, Selasa (20/12/2022).

Adapun kedaulatan rakyat yang dimaksud oleh Rocky yakni Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menjelaskan inti dari kedaulatan rakyat itu sendiri berupa terlebih dahulu meminta izin kepada rakyat jika ingin memimpin rakyat.

Dipilih demokratis adalah dipilih oleh rakyat bukan ditunjuk oleh presiden, itu bahayanya itu, tegas Rocky.

Baca juga: Meski Tak Ikut Kontestasi Pilgub, Pengamat Prediksi Karier Anies Tak Meredup!

Rocky kemudian mencontohkan bagaimana polemik yang menurutnya serupa terjadi di negara Peru. Imbasnya, sang presiden Pedro Castillo ditangkap akibat pelanggaran konstitusional.

Maka dari itu, ujar Rocky, pemakzulan Presiden yang melanggar konstitusi bukan isapan jempol belaka.

Kita lagi kampanye presiden bisa di impeach. Dimana buktinya? Presiden peru ditangkap polisi, waktu ditanya kepada polisi anda menangkap presiden?, enggak, saya gak menangkap presiden saya menangkap pelanggar konstitusi. Jelas dalilnya itu, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru