Optika.id - Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melempar sinyal akan melakukan kocok ulang atau reshuffle kabinet lagi sebelum masa jabatannya berakhir apda 2024.
Baca juga: Pengamat Politik Sebut Pilkada Bukan Pesta Rakyat, tapi Pesta Elite Parpol
Hal tersebut diungkapkan oleh Jokowi dalam merespons hasil survei Charta Politika Indonesia pada Jumat (23/12/2022) lalu yang menyebut mayoritas warga setuju ada perombakan kabinet.
Menanggapi hal tersebut, Founder Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio mengatakan jika reshuffle kabinet di akhir pemerintahan Jokowi merupakan hal yang sia-sia dan tidak berdampak banyak terhadap kinerja pemerintah.
Manfaat reshuffle ini enggak ada. Cuma agenda presiden aja biar keliatan ada yang dilakukan karena waktu jabatan nya tinggal satu tahun. Jadi bebas bongkar pasang menurutnya enggak masalah, kata Hendri Satrio kepada Optika.id, Senin (26/12/2022).
Alih-alih membenahi kerja pemerintah, dalih reshuffle di penghujung pemerintahan justru akan terkesan sebagai alibi akomodir kepentingan politik Jokowi di tahun 2024 nanti.
Dalihnya mau mengakomodasi persoalan atau fasilitas politik, berbagai strategi kebijakan yang dia ambil, ya terserah dia (Jokowi). Dia yang bisa, dia yang mau, boleh-boleh saja jadinya, tutur Hendri yang akrab disapa Hensat.
Senada dengan Hensat, menurut Pengamat Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, perombakan kabinet merupakan hal yang tidak logis jika dilakukan saat ini. Dia juga menyebut Presiden Jokowi tidak mempunyai dasar yang kuat dalam melakukan kocok ulang kabinet.
Menurutnya, ada dua alasan yang mendasarinya. Yang pertama ialah masyarakat setuju dilakukan reshuffle apabila ada kinerja kabinet yang dinilai rendah. Indikasi tersebut akan jelas terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kinerja kabinet.
Baca juga: Analis Sebut Wajar PDIP Tak Bersama Anies, Bukan Elektoral Penentu Utama
"Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politica. Hasil surveinya justru 72,9% responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi - Maruf Amin, kata Jamiluddin dalam keterangannya, Senin (26/12/2022).
Jamiluddin mengaku heran dan aneh jika masyarakat setuju ada rombak kabinet sementara mereka puas terhadap pemerintahan Jokowi Maruf Amin.
Oleh karena itu, kata Jamiluddin, menjadi aneh kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap pemerintahan Jokowi-Maruf. Kesannya, data hasil survei ini tidak konsisten.
Jadi, sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet bila mengacu pada hasil survei tersebut. Sebab, hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet, ucapnya.
Sementara itu, alasan kedua yakni perombakan kabinet biasanya dilakukan jika ada kinerja kabinet yang dinilai cukup rendah, dan menyebabkan kisruh politik yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat pada kabinet.
Baca juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!
Jamiluddin heran sebab kisruh politik yang menyebabkan pemerintahan Jokowi pada periode kedua ini juga tidak terlihat dan stabilitas politik nasional cukup terjaga dengan baik.
Jamiluddin menambahkan tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet. Karena itu, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari Nasdem.
"Kalau itu tujuannya, bisa saja ekskalasi suhu politik akan meningkat. Sebab, Nasdem yang merasa berkeringat menjadikan Jokowi presiden, akan gerah karena di depak tanpa dasar, pungkasnya.
Editor : Pahlevi