Optika.id - Deddy Sitorus selaku Politikus PDIP mengkritik berbagai pihak yang menuding pemerintah sebagai pengguna buzzer atau pendengung politik paling banyak. Padahal, penuduh tersebut juga memanfaatkan jasa buzzer itu sendiri.
Baca juga: Meneropong Pilkada Sidoarjo: Ujian Kepercayaan Publik
Menurut Deddy, dari sejumlah partai politik (parpol) yang ada, pihak yang paling banyak dan paling kuat buzzer-nya yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PKS paling punya banyakbuzzer, paling kuat, paling vokal kita tahu lah. Kita tidak usah berdebat soal teknis disini, soalbuzzerkan sama saja, jelasnya secara virtual melalui YouTube MNC Trijaya FM bertajuk Polemik 2023 Tahun Turbulensi Politik yang dikutip Optika.id, Minggu (8/1/2023).
Lebih lanjut, dia mengingatkan agar tidak saling menjelek-jelekkan sebagai sesame pengguna jasa pendengung tersebut.
Makanya soal itu, masyarakat semua dan semua parpol punya. Jadi makanya saya berharap gini loh, kita harus mengakui bahwa pertarungan atau kontestasi politik ini harus menjadi sebuah jalan peradaban. Kita tidak boleh mengatakan bahwa kita benar, yang lain salah, ucapnya.
Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Menurutnya, tidak ada yang salah dengan keberadaan para buzzer, pun dia mengklaim jika menggunakan jasa buzzer sah-sah saja asalkan dimanfaatkan dengan baik, salah satunya yakni distribusi sarana promosi ide.
Tidak salah, silakan punyabuzzer, silakan punya robot sekalipun tapi tolong lah kontennyahow to promote our ideas, kata dia.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Deddy meyakini, terkait peran buzzer dalam pesta demokrasi Pemilu 2024 nanti, fenomena buzzer akan kembali mewarnai tahun politik di Indonesia seiring dengan perkembangan teknologi saat ini.
Saya kira pasti terjadi dengan perkembangan teknologi seperti sekarang dengan budaya media sosial sekarang. Yang jadi persoalan adalah apakah teknologi itu, media sosial itu digunakan untuk mendorong perpecahan atau untuk saling mengajukan gagasan-gagasan yang berbeda untuk Indonesia masa depan, tutupnya.
Editor : Pahlevi