Jalan Panjang Penantian Aturan Pengelolaan Royalti Buku

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Industri perbukuan telah menjelma menjadi salah satu penyangga ekonomi sekaligus pembentuk kebudayaan nasional sejak lama. Dari sini, para penulis pun lahir serta memberi sumbangsih melalui karya-karyanya yang terbaik, baik berupa pemikirannya maupun sastra.

Baca juga: Membicarakan Seks Tanpa Tabir dan Lebih Berani!

Namun, ekosistem industri literasi ini masih belum ideal. Ada banyak penulis hebat yang lahir, namun tak semuanya bisa mendapatkan keuntungan ekonomi yang layak dari karya yang dihasilkannya tersebut. Seharusnya para penulis ini bisa hidup dari royalti sebagaimana musisi yang menggantungkan hidup serta memperoleh manfaat ekonomi dari karya yang dia hasilkan. Namun, kendala sistem pengelolaan royalti ini masih bermasalah lantaran terganjal aturan yang belum ajeg.

Situasinya kian pelik ketika memasuki era digital dengan semakin maraknya buku yang beredar dalam berbagai format digital. Era ini bagaikan dua mata pisau yang rawan bagi penulis lantaran karya-karya mereka juga semakin rentan untuk dibajak.

Maka dari itu, pembaruan peraturan mengenai royalti di bidang buku menjadi kajian yang cukup penting dan serius. Hal ini diupayakan juga oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan menyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) terkait royalti di bidang buku. Tujuan dari peraturan ini yakni untuk memperjelas regulasi yang sudah ada dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Anggoro Dasananto, untuk memberikan kesejahteraan bagi para penulis serta pihak terkait, maka diperlukan dasar hukum yang jelas terkait pengelolaan royalti.

Sama seperti musik, pemanfaatan atas karya tulis seperti buku dalam penggandaan, penyebaran karya, pengaturan terhadap siapa saja yang dikenakan royalti serta metode apa saja yang digunakan untuk penarikan royalti akan diatur dalam Permenkumham ini, tutur Anggoro dalam keterangan resminya, Selasa(17/1/2023).

Permenkumhan yang saat ini tengah digodok oleh DJKI ini nantinya akan mencakup berbagai hal terkait dengan tata kelola dan distribusi royalti buku. Mulai dari distribusi, penggandaan, penarikan hingga pengelolaan royalti. Dalam hal ini, nantinya akan ada lembaga khusus berupa Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berperan dalam mengelola royalti buku.

Anggoro menjelaskan, dari Permenkumham tersebut nantinya akan lahir turunan baru yang mengatur berbagai hal spesifik lainnya agar tidak menimbulkan kerancuan yang disalahgunakan. Termasuk, besaran tarif bagi yang menggandakan atau memperbanyak buku dengan berbagai cara.

Baca juga: Tak Bisa Dipandang Sepele, Ini Manfaat Menulis Tangan yang Banyak Manfaat

Tak hanya buku fisik, Permenkumham ini juga akan menyentuh bidang karya tulis digital, hingga terkait pemungutan royalti buku dari luar negeri.

Anggoro menilai jika selama ini pengaturan royalti hanya menjadi urusan penulis dengan penerbit saja. Oleh sebab itu, dengan Permenkumham royalti buku, LMK akan menghimpun royalti dari karya tulis yang sifatnya komersil. Namun, akan ada pengecualian khusus terkait ketentuan pembebasan royalti untuk karya tulis yang dipergunakan untuk pendidikan dan lainnya.

Tidak hanya itu, untuk perpustakaan di universitas atau lembaga pemerintahan maupun Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) akan mendapatkan keringanan biaya dalam hal penarikan royaltinya, kata Anggoro.

Saat ini, ujar Anggoro, draf finalisasi Permenkumham sudah rampung dan bakal diserahkan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kemenkumham agar bisa diproses lebih lanjut sebelum akhirnya ditetapkan sebagai undang-undang.

Baca juga: Tingkat Kinerja Baca Rendah, IKAPI: Banyak yang Sulit Bedakan Fakta dan Opini

Dengan adanya Permenkumham ini Anggoro berharap jiika para penulis dapat tergugah untuk menghasilkan karya-karya yang bagus karena adanya payung hukum yang ajeg. Selain itu, Permenkumham juga memberikan kepastian terhadap penulis bahwa mereka bisa mendapatkan hak ekonomi di luar dari fee atau bayaran profesional penulis mereka.

Sebagai informasi, buku atau karya literasi secara umum merupakan salah satu jenis ciptaan yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual (KI). Dalam sebuah ciptaan terdapat hak moral dan hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

Hak moral adalah hak untuk dicantumkan namanya saat karya yang dibuat digunakan oleh pihak lain. Sedangkan untuk hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari penggunaan karya cipta.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru