Optika.id - Ada satu ungkapan bahwa seks dibenci setengah mati di depan publik namun dicintai dalam kamar. Hal itu nyata adanya, apalagi di negara yang menjunjung tinggi tabu moralitas seperti Indonesia. di depan umum, membicarakan seks dan pornografi dihujat sebagai orang tak bermoral, vulgar, dan istilah-istilah peyoratif lainnya. Namun, dalam ruang privat, seks dan pornografi menjadi konsumsi yang digemar oleh sebagian besar orang. Bahkan, tak jarang mereka yang getol membencinya di depan publik adalah orang yang paling menikmatinya di ruang privat.
Seks dan pornografi merupakan bagian biologis dalam manusia dan membicarakannya bukanlah hal yang kotor. Dalam pornografi dan perbincangan seksual, orang bisa memahami kompleksitas perilaku dan tubuh manusia itu sendiri.
Baca Juga: Tak Bisa Dipandang Sepele, Ini Manfaat Menulis Tangan yang Banyak Manfaat
Hendri Yulis, dalam bukunya yang berjudul C*bul: Perbincangan Serius Tentang Seksualitas Kontemporer ini menyoroti perilaku manusia yang hipokrit ketika berhadapan dengan seksualitas.
Dalam buku ini, Hendri membahas beragam topik menarik perihal seksualitas dan pornografi itu sendiri. dimulai dari jawaban mengapa orang menyukai film porno, tubuh laki-laki dan hubungannya dengan dominasi maskulinitas mereka, film horror erotis, hingga puncak pornografi itu sendiri. hendri, menilai bahwa pornografi sebagai cerminan manusia dan masyarakat.
Ada tiga bab dalam buku ini yang uniknya diberi judul seperti tahapan dalam berhubungan seksual yaitu Foreplay, Intercourse dan Cumshot. Tiap babnya memuat kumpulan esai pop yang unik, nyentik, informative, namun dikemas dengan santai walau ilmiah. Narasi dalam buku ini juga mengalir lancar, Bahasa yang digunakan adalah Bahasa populer namun kurang mendalam di beberapa bagian.
Buku ini menggunakan teori komprehensif seperti teori tentang budaya populer, film, serta psikoanalisis karena berkaitan dengan manusia dan tingkah laku mereka sendiri. sebagai pelengkap informasi, industri pornografi juga disorot disini. Hendri menyebut bahwa industri pornografi yang melahirkan berbagai adegan film porno itu adalah hiperealitas dan pemainnya, baik laki-laki maupun perempuan, tidak menikmati tiap adegan yang diarahkan oleh sutradara tersebut.
Baca Juga: Tingkat Kinerja Baca Rendah, IKAPI: Banyak yang Sulit Bedakan Fakta dan Opini
Perbincangan seks ini dihadirkan secara seimbang, baik perempuan atau laki-laki, porsinya sama. Dalam esainya, yang menarik dan membuat beda adalah pengungkapan tentang pornografi, baik filmnya yang sudah menjadi industri, maupun penikmatnya yang malu-malu tabu, tapi mau menikmatinya di ruang privat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hendri juga membongkar perspektif laki-laki dalam pornografi dan melanggengkan stereotip ras, serta dominasi maskulinitas yang selalu male gaze, atau dipandang dalam kacamata laki-laki secara detail. Padahal, dalam perbincangan soal pornografi hal tersebut kerap luput lantaran pornografi hanya dipandang sebagai kepuasan sesaat saja. Bahkan, di Indonesia umumnya perbincangan mengenai pornografi hanya berkutat dalam perdebatan baik-buruk saja. Masyarakat kerap alpa bahwa seks adalah salah satu kebutuhan dasar atau biologis manusia yang wajar.
Judul yang dipilih juga menarik dan mengundang perhatian dalam sekali lirik. Kendati demikian, buku ini bukanlah buku stensilan. Membaca tulisan Hendri Yulius ini terkesan menghadiri kelas kajian pornografi karena beragam teori, analisis dan data disajikan dengan Bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awam dengan santai.
Baca Juga: Digilas Internet, Dosen UNESA Sebut Buku Masih Relevan Jadi Sumber Belajar
C*bul dihadirkan oleh Hendri dengan berani di tengah masyarakat yang malu-malu berbicara perihal seksualitas. Buku ini menguliti pornografi yang membuat masyarakat sadar bahwa hal itu adalah bagian dan cerminan karakter masyarakat itu sendiri.
Hendri seolah mendobrak dan menguliti wacana dominan mengenai seksualitas dan pornografi yang selama ini diyakini benar oleh masyarkat padahal hal itu hanyalah stigma belakan. Topik yang umumnya dianggap tabu dan dibicarakan sambil bisik-bisik, kini dibahas secara serius dan mendalam.
Editor : Pahlevi