Optika.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menilai jika penanganan kemiskinan di Indonesia cenderung jalan di tempat. Hal tersebut merujuk pada perbandingan jumlah penduduk miskin pada bulan September 2022 lalu sebanyak 26,36 juta orang sementara pada September 2017 sebanyak 26,58 juta orang. Sehingga, selisih penurunan penduduk miskin dalam rentang tahun 2017 2022 hanya 220.000 orang saja.
Baca juga: Bijakkah Solusi Dana Desa Rp5 Miliar yang Ditawarkan Cak Imin?
Jika dibandingkan dengan September2017, jumlah penduduk miskin sebesar 26,58 juta orang setara dengan 10,12%. Artinya, perubahannya hanya sekitar 220.000orang saja, angkanya tidak terlalu signifikan," ungkap Anis seperti dilansir dari laman resmi DPR, Selasa (7/2/2023).
Terkait mandegnya penanganan kemiskinan tersebut, Anis menyoroti absennya program yang terpusat pada satu lembaga. Selain itu, menurut Politisi Fraksi PKS ini, akurasi data juga masih menjadi persoalan mendasar yang dihadapi dalam pemberian bantuan atau penyaluran program.
"Program pengentasan kemiskinan tidak terpusat pada satu lembaga yang setara dengan kementerian atau lembaga khusus yang langsung dipimpin oleh presiden. Hal ini berdampak terhadap proses koordinasi dan pencapaian target pengurangan angka kemiskinan. Masih banyak terdapatexclusion errordaninclusion errordalam data perlindungan sosial sehingga tidak tepat sasaran, tegasnya.
Lebih lanjut, Anis menjelaskan jika kemiskinan di Indonesia didominasi oleh persoalan structural. Kelompok yang tergolong miskin structural ini terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah pribadi atau petani dengan kepemilikan lahan yang kecil. Alhasil, hasil panen tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, ada juga buruh yang tidak mempunyai skill atau keahlian yang dikenal dengan sebutanunskilled labour seperti buruh serabutan, dan lain sebagainya.
Baca juga: Bagi Anies, Atasi Kemiskinan Tak Selalu Bansos
Adanya struktur sosial masyarakat yang dianggap tidak memiliki akses penuh atau mobilitas vertikal untuk menguasai sarana ekonomi dan fasilitas secara merata inilah yang dianggap Anis akan menjadi persoalan tersendiri.
Anis juga menegaskan bahwa kemiskinan mendapatkan perhatian secara fundamental dari negara. Hal tersebut termaktub pada pasal 34 Ayat 1-4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun isi dari pasal tersebut adalah, satu, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara; dua, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; tiga, negara bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak; empat, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Baca juga: Target Kemiskinan Ekstrem Nol Persen Dinilai Rasional
Adapun undang-undang yang khusus mengatur tentang Penanganan Fakir Miskin adalah UU Nomor 13 Tahun 2011.
Dalam aturan itu, juga disebutkan bahwa, satu, penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara; Dua, Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
Editor : Pahlevi