Optika.id - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Arsjad Rasjid mengatakan bahwa kegiatan membeli pakaian bekas atau thrifting yang belakangan ini kerap dilakukan masyarakat dapat berdampak pada kelangsungan hidup industri dalam negeri. Dia menekankan bahwa kegiatan ini bisa merugikan brand pakaian buatan lokal hingga mengurangi permintaan produsen dalam industri terkait.
Baca juga: Sarman Simanjorang Ingin Penerus Jokowi Bisa Lanjutkan Program Indonesia Emas 2045
Apabila hal tersebut dibiarkan, maka bisa menurunkan pendapatan dari industri terkait dan industri yang terkena dampak dari kegiatan tersebut tak hanya tekstil maupun UMKM saja. Melainkan keseluruhan.
Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian, kata Arsjad dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/3/2023).
Dia menilai bahwa kondisi ini juga mempunyai dampak negatif pada kesehatan, lingkungan dan juga ekonomi kendati dia memahami bahwa tren thrifting dalam beberapa tahun terakhir ini diminati oleh masyarakat modern dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun, hal yang terlihat sebagai bentuk konsumsi ramah lingkungan dengan prinsip pakai kembali atau reuse tersebut disalah artikan maknanya.
Saat ini masyarakat membeli barang bekas dengan tujuan untuk memenuhi keinginannya dengan mengesampingkan kebutuhan. Padahal, jika dilihat dari skala prioritas maka kebutuhan terlebih dahulu harus dipenuhi. Maka dari itu, hal ini juga memunculkan lebih banyak sampah yang ada dan harus diolah terlebih dahulu sehingga kegiatan ini mengonsumsi sumber daya yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan apabila mengacu pada konsep reuse tadi.
Arsjad menambahkan pada pemerintah sejatinya telah melarang adanya praktik impor pakaian bekas sejak tahun 2015 lalu. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Artinya, selama inithriftingatau jual beli pakaian bekas impor adalah sebuah transaksi jual-beli yang ilegal. Karena, pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan, tuturnya.
Oleh sebab itu, ketua KADIN itu meminta agar masyarakat lebih awas dan memahami dampak negatif thrifting pakaian bekas impor illegal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga negara-negara lain yang menerapkan regulasi serupa seperti Kenya dan Chile yang selama ini dipusingkan dengan tingginya jual beli pakaian bekas impor.
Baca juga: Slow Fashion, Solusi Fashion yang Minim Limbah
Misalnya di Kenya, masuknya pakaian bekas impor illegal ini berdampak pada berkurangnya jumlah tenaga kerja pada industri tekstil secara drastis. Sebanyak 30ri jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di Industri tekstil ini pada masa kejayaan industri tersebut. Akan tetapi, datangnya pakaian bekas impor illegal tersebut membuat lebih dari 200.000 pekerja dikurangi hingga 20.000 saja yang tersisa lantaran tingginya jumlah impor pakaian bekas.
Lain halnya dengan di Chile. Negara itu dipusingkan dengan sampah tekstil yang didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia. Pada akhirnya sebanyak 59.000 ton sampah tekstil tersebut membuat Chile kalang kabut mengatasinya lantaran mayoritas tidak dapat terserap oleh pasar.
Oleh sebab itu, Arsjad mengingatkan kepada masyarakat agar memakai pakaian dari brand lokal saja. Pasalnya, saat ini industri dalam negeri telah memiliki banyak brand pakaian lokal berkualitas yang tidak kalah dengan brand luar nan luxury. Bahkan, di antaranya sudah merambah ke pasar global.
Dirinya juga meminta kepada para pemangku kepentingan di Indonesia agar lebih fokus dalam permasalahan ini dan mengupayakan kampanye bangga belanja serta mengenakan produk dalam negeri sendiri. Selain itu, bisa mempromosikan produk terbaik besutan UMKM Tanah Air.
Baca juga: KADIN Indonesia: Bonus Demografi Jadi Dilema di Indonesia
Mari bersama-sama mempromosikan produk-produk lokal yang berkualitas dan mendukung perekonomian kita. Dengan cara ini, kita dapat membangun industri pakaian Indonesia yang kuat dan berkelanjutan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, tegasnya.
Sebagai informasi, nilai impor pakaian bekas di Indonesia menurut BPS sudah meroket 6 kali lipat pada rentang waktu Januari hingga September 2022. Arsjad menilai bahwa tren kenaikan tersebut perlu diwaspadai oleh pemerintah serta pelaku industri pakaian dalam negeri demi menghindari dampak negatif yang lebih besar nantinya dari impor pakaian bekas.
Dia menegaskan bahwa kegiatan thrifting pakaian bekas impor saat ini merupakan bentuk ekonomi sirkular yang bisa merugikan negara, termasuk Indonesia.
Indonesia harus melindungi produsen danbrandindustri pakaian dalam negeri, apabila kita ingin melihat industri pakaian dalam negeri kita maju dan bersaing di pasar global, pungkasnya.
Editor : Pahlevi