Pemilu 2024: Akankah Koalisi Besar Vs Koalisi Langsing?

Reporter : Seno

Optika.id - Politik saling sandera tampaknya menjadi warna tersendiri dalam perjalanan menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Setidaknya, dengan munculnya wacana pembentukan koalisi besar oleh partai politik.

Baca juga: Arah Koalisi Jika Prabowo Diangkat Jadi Presiden, Banyak yang Putar Haluan

Keinginan itu, dikaitkan dengan hasrat Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).

Sinyal itu dibaca oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi. Katanya, indikasi untuk membentuk Koalisi Besar, terlihat dengan menjadikan ketua umum partai politik sebagai kerbau yang dapat dikendalikan Jokowi dan peran sentral Luhut, lantaran tersandera banyak kasus.

"Setiap saat kalau mereka tidak manut seperti kerbau di cucuk hidungnya, kasusnya diangkat dan itu bisa mati kutu," ujar Muslim dalam keterangannya, Selasa (4/4/2023).

Bahkan, sambungnya, baru-baru ini Jokowi hadir berkumpul di kantor DPP PAN, bersama lima ketua umum parpol koalisi pemerintah.

Pertemuan itu, dianggap sebagai buah gagasan oleh Presiden Jokowi dan Luhut agar Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP bergabung dengan Koalisi Indonesia Raya (KIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.

Muslim pun mengingat bahwa ekonom senior Rizal Ramli (RR) pernah menyampaikan, gaya politik Luhut adalah memanfaatkan orang-orang yang bermasalah agar nurut seperti kerbau.

"Itu berbahaya. Para ketum yang tersandera oleh kasusnya akan jadi ketum penakut dan akan jadi penurut selamanya. Apakah gaya politik semacam itu yang mau dibentuk dari koalisi besar yang dibentuk oleh Jokowi dan LBP?" kata Muslim.

Jika hal itu terjadi, masih kata Muslim, Jokowi dan Luhut ingin membentuk pemerintahan mafia yang dikepalai oleh keduanya.

"Itu sangat jauh dan bertentangan dengan esensi perpolitikan yang dikehendaki oleh konsitusi dan bertentangan kaidah perpolitikan akal sehat," tandasnya.

Wacana Koalisi Besar Menguat

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Prof Asrinaldi menilai wacana pembentukan koalisi besar muncul untuk menghadapi calon presiden Anies Baswedan yang diusung oleh Koalisi Perubahan. Pasalnya, menurut dia, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) tak memiliki calon yang bisa menandingi Anies.

"Saya pikir itu bagian dari hitung-hitungan koalisi ini ya, kalau mereka jalan sendiri-sendiri maka yang dihadapi orang yang berpotensi menang," kata Asrinaldi dalam keterangannya, Selasa (4/4/2023).

Menurut Asrinaldi, baik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang diisi Partai Gerindra dan PKB akan kesulitan apabila bersaing dengan Koalisi Perubahan dan Anies Baswedan jika mereka tak menyatukan kekuatan.

"Jadi saya pikir itu rasional saja. Dengan cara seperti itu mereka bisa memperkuat dukungan masyarakat dan menyatukannya ke dalam kepentingan yang sama," ujarnya.

Jika hal tersebut terwujud, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unand tersebut memperkirakan kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 akan semakin sengit.

Baca juga: Arah Oposisi Demi Demokrasi Setelah Lengsernya Jokowi

Ia menyakini sebelum wacana pembentukan koalisi besar tersebut mencuat ke publik, masing-masing partai politik sudah mempunyai klkulasi masing-masing. Menurut dia, jika nama-nama besar seperti Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan maju, maka sangat terbuka kemungkinan Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran.

Pembentukan koalisi besar, menurut dia, merupakan upaya agar Pilpres 2024 digelar satu putaran saja.

"Sekarang dengan cara seperti itu (koalisi besar) mereka menyatukan di awal dan bisa memenangkan satu putaran," kata dia.

Wacana penggabungan KIB dan KIR sudah mencuat sejak beberapa waktu lalu. Isu ini semakin menguat setelah para ketua umum dalam koalisi itu bertemu dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam acara silaturahmi dengan ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Ahad, 2 April 2023.

Dalam pertemuan itu, Jokowi pun menyatakan KIB dan KIR cocok jika akan dilebur. Dia pun memberikan sinyal merestui penggabungan koalisi tersebut meskipun tak secara gamblang menyatakannya.

KIB hingga saat ini masih belum memastikan siapa calon presiden yang akan mereka usung. Golkar di satu sisi, terus berkeras mengusung ketua umum mereka, Airlangga Hartarto, meskipun elektabilitasnya dianggap belum kompetitif. Sementara PPP dan PAN tampak mencoba mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan sejumlah tokoh lainnya seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga ketua umum mereka.

KIR di sisi lain sebenarnya sudah lebih jelas. PKB terus membuka peluang mereka mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden, syaratnya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden. Meskipun demikian, Gerindra tampak masih belum mau mengumumkan pencalonan keduanya.

Satu-satunya calon presiden yang telah pasti adalah Anies Baswedan. Dia telah mendapatkan dukungan dari Partai NasDem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tergabung dalam Koalisi Perubahan

Baca juga: PDIP Siap Jadi Oposisi, Gerindra ”Omon-Omon” dengan Luar Koalisi

Jangan Sepelekan Koalisi Langsing

Selain itu, Koalisi gendut yang merupakan gabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) memang berpeluang, tapi jangan serta merta menyepelekan koalisi yang secara kuantitas lebih langsing.

Peringatan itu disampaikan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menanggapi sinyalemen terbentuknya koalisi gendut, fusi antara KIB dan KIR. Ke-5 Parpol anggota dua koalisi itu memang baru saja menggelar pertemuan.

Itu (pertemuan yang terjadi antara mereka) untuk merapatkan barisan, kata Jerry, Selasa (4/4/2023).

Dijelaskan, barisan itu akan jadi corong cukup kuat. Dia bahkan memprediksi bakal menjadi juara umum, karena punya kursi mayoritas di DPR. Bila benar, pengusung utama Presiden Joko Widodo, PDI Perjuangan pun bakal tunduk.

Dengan begitu hanya akan ada 2 Capres. PDIP otomatis bakal memilih bergabung dengan koalisi Prabowo dan koleganya, atau gabung dengan Koalisi Perubahan yang digagas Surya Paloh, tuturnya.

Karena ada opsi koalisi lain, yakni PDIP gabung Koalisi Perubahan yang digawangi Nasdem bersama Demokrat dan PKS, maka koalisi gendut bakal menghadapi jalan tidak mudah.

Tak menutup kemungkinan koalisi langsing yang dipimpin Nasdem bersama Partai Demokrat dan PKS bakal jadi lawan tangguh bagi gerbong koalisi besar, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru