Siapa Cawapres NU yang Pas Untuk Anies Baswedan?

Reporter : Seno

Optika.id - Nama-nama Calon Wakil Presiden berlatar belakang Nahdliyin mencuat untuk mendampingi Capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan. Mulai nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sampai nama Menkopolhukam Mahfud MD.

Baca juga: Hasto Soal Pilkada Jakarta, Masukan Rakyat Masih Didengarkan!

Partai Demokrat pun turut berpendapat. Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra tidak melihat ada kans dari Mahfud MD bisa menjadi calon wakil presiden untuk Anies Baswedan. Meskipun Menkopolhukam berlatar belakang Nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama (NU).

Dia melihat peluang Mahfud menjadi cawapres justru ada di koalisi partai-partai di pemerintah saat ini. Mengingat kedekatan Mahfud dengan mereka, bukan dengan Koalisi Perubahan yang diusung NasDem, PKS, dan Demokrat.

"Kalau kita bicara Pak Mahfud misalnya, Pak Mahfud ini dekatnya dengan siapa, yang diincer jangan-jangan Pak Mahfud juga lagi ngincer nih, apakah ngincer di koalisi besar atau dia dengan PDIP kan kita nggak tahu nih," kata Herzaky pada Optika.id, Sabtu (15/4/2023).

Herzaky menegaskan Koalisi Perubahan telah memiliki kriteria cawapresnya sendiri, salah satunya ialah figur yang memiliki semangat perubahan. Tentang siapa saja kandidatnya, itu menjadi kewenangan Anies selaku bakal capres untuk dibahas bersama dengan tim kecil.

"Mana nih tokoh-tokoh yang punya semangat perubahan? Sangat terbatas. Lagi-lagi kami tidak akan terlibat dalam konteks atau perdebatan mengenai cawapres ini karena ini sudah ranahnya bacapres," ujar Herzaky.

Adapun keputusan terkait calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Perubahan ada di tangan Anies. Namun ia melihat dari segi elektabilitas, lebih tepat jika Anies berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Ia mengacu pada hasil survei dari Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Dari survei tersebut, simulasi Anies-AHY lebih tinggi elektabilitasnya, ketimbang dipasangkan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

"Elektabilitas pada saat itu Anies-AHY dengan Anies-Khofifah itu lebih tinggi Anies-AHY secara elektabilitas. Kemudian yang kedua, ada lagi tapi yang menjadi kelebihan dari Mas AHY itu yang dari SMRC yang kami cermati, yang kedua adalah bahwa Mas AHY punya mesin politik untuk Partai Demokrat yang bisa digerakkan," ujar Herzaky.

Di samping itu, Partai Demokrat juga memiliki basis massa pendukung yang besar di JAwa Timur. Hal tersebut terbukti saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) 2004 dan 2009.

"Kalau kita bicara mengenai battleground, battleground itu bukan hanya Jawa Timur, battleground itu Indonesia. Kalau bisa bantu suara di Jawa Timur, tapi tidak bisa bantu di daerah lain buat apa. Nah ini kan mesti dihitung bener, kalau bicara mengenai Jawa Timur dari SMRC itu juga menyampaikan bahwa kalau Demokrat, Mas AHY itu ada kelebihannya," sambungnya.

Tokoh NU untuk Anies

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam membedah calon wakil presiden berlatar belakang Nahdliyin yang cocok untuk Anies Baswedan. Ia menyebutkan sejumlah nama tokoh kultural Nahdliyin.

Mulai dari Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, hingga Khofifah Indar Parawansa.

Khusus Muhaimin dan Mahfud, Umam menilai keduanya belum memiliki elektabilitas yang memadai. Terlebih Mahfud yang tidak memiliki kendaraan politik riil di parlemen, beda halnya dengan Muhaimin atau Cak Imin.

Sementara, untuk mendorong Khofifah menjadi cawapres Anies bukan perkara mudah. Ada sejumlah hal yang menjadi hambatan apabila Koalisi Perubahan nekat memasangkan Anies dengan Khofifah.

Selain karena tidak memiliki partai pengusung, Khofifah disebut-sebut memiliki kendala berupa isu hukum.

"Yang berpotensi menjegal dirinya jika memaksakan diri berlaga di kontestasi nasional," kata Umam dalam keterangannya, Sabtu (15/4/2023).

Di sisi lain, predikat "sponsor utama" pencapresan Anies juga bisa menjadi batu sandungan bagi NasDem apabila mendorong Khofifah sebagai cawapres. Pasalanya, PKS dan Demokrat tidak berkesempatan ikut andil salam menentukan pasangan capres-cawapres.

Jauh sebelum menyerahkan urusan cawapres ke Anies, baik PKS dan Demokrat kukuh mengusulkan nama kader terbaik mereka sebagai pendamping. Mulai dari Wakil Ketua Majelid Syura PKS Ahmad Heryawan hingga Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Hal itu berpotensi melukai Demokrat dan PKS. Artinya tidak ada kesetaraan dalam koalisi karena seolah hak politik Demokrat dan PKS didiambil alih dan dikendalikan penuh oleh NasDem," kata Umam.

Dosen Ilmu Politik dan Internasional Studies, Universitas Paramadin ini turut mencermati kehadiran Erick Thohir di tengah keluarga Nahdlatul Ulama dan Nahdliyin. Tetapi, Umam tidak melihat Erick memiliki basis dukungan yang kuat.

"Mengingat model pendekatannya terkesan dipaksakan dan dinilai transaksional maka realisasi dukungan Nadliyyin terhadap Erick jika maju di Pilpres 2024 tampaknya masih agak terbatas," kata Umam.

Umam berujar mencermati kalkulasi nama-nama potensial di atas, tokoh kultural Nahdliyyin yang tersisa untuk mendampingi Anies, salah satunya ialah AHY. Diketahui putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini belakangan sering diperbincangkan di lingkaran Koalisi Perubahan.

"Jika mencermati 5 kriteria Anies, lalu kedekatan politik dengan basis Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk dengan komunitas Nahdliyyin, memang AHY tergolong masih cukup kompetitif untuk menjadi Cawapres Anies," kata Umam.

Menurut Umam, latar belakang AHY sebagai mantan perwira muda TNI juga bisa dikapitalisasi oleh Anies sebagai untuk menetralisir tudingan-tudingan dari lawan politik terkait narasi politik identitas.

Umam memandang komposisi Anies-AHY juga berpeluang mampu mengkonsolidasikan basis pemilih muda, pemilih perempuan, relatif bersih dari catatan hukum yang bisa dipolitisasi, dan yang terpenting, lebih kuat merepresentasikan karakter perubahan.

"Dengan mencermati poin-poin kalkulasi politik tersebut, maka besar kemungkinan Anies akan memilih AHY untuk menjadi cawapresnya guna melaju ke Pilpres 2024 mendatang," ujarnya.

Baca juga: Pilgub DKI Jakarta 2024: Muncul Nama Anies Baswedan, Ridwan Kamil Sampai Risma

Kejar Suara di Jateng dan Jatim

Dia juga berpandangan bahwa tim Anies Baswedan ingin sosok cawapres dari tokoh NU lantaran untuk mengejar ketertinggalan suara, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dua daerah tersebut dianggap sebagai basis massa pemilih dari Nahdliyyin.

"Untuk bisa meningkatkan elektabilitas Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka salah satu solusinya dibutuhkan tokoh Cawapres dari segmen NU," katanya.

Umam mengungkapkan, elektabilitas Anies sudah cukup kuat di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan DIY.

Namun, Anies dinilai perlu memikirkan solusi untuk mengejar elektabilitasnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sebab, dua wilayah tersebut memiliki populasi daftar pemilih tetap (DPT) besar skala nasional.

"Untuk menang dalam Pilpres nasional, capres harus memenangkan suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memiliki populasi DPT besar secara nasional," ujarnya.

Selain itu, Anies juga membutuhkan penguatan dari segmen Nahdliyyin untuk menguatkan narasi moderatisme keislaman dan keindonesiaan.

Sehingga, Umam mengatakan, Anies bisa terhindar dari serangan politik lawan yang mencoba terus mempersepsikan dirinya dengan narasi politik identitas.

Kendati demikian, Umam berpendapat bahwa tidak banyak nama politikus yang juga warga NU dan memiliki bekal elektabilitas memadai untuk menguatkan Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Umam mencermati dua tokoh, yakni Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD yang sama-sama berasal dari Jawa Timur.

Dua tokoh ini pun dianggap kecil kemungkinan bergabung dengan koalisi pengusung Anies, meski merupakan seorang Nahdliyyin. Tokoh NU berikutnya adalah Khofifah Indar Parawansa.

Umam mengatakan, sosok Khofifah meski dekat dengan komunitas Nahdliyyin, tetap akan dirasa berat untuk dipilih Anies.

Baca juga: Ini Prediksi Pakar Soal Putusan MK pada Sengketa Hasil Pilpres 2024

"Namun demikian, Khofifah sendiri disebut-sebut memiliki kendala berupa isu hukum yang berpotensi menjegalnya saat berlaga di kontestasi nasional," kata Umam.

Sebelumnya, perwakilan tim Anies Baswedan, Sudirman Said menyatakan bahwa tokoh NU layak untuk menjadi cawapres Anies.

Namun, selain mempertimbangkan lima kriteria itu, Sudirman mengatakan bahwa pihaknya mesti mempertimbangkan beberapa hal lain.

"Walaupun basis massanya besar, tapi kalau punya beban urusan hukum itu ya pasti repot," kata Sudirman di Sekretariat Perubahan, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (24/3/2023).

Tanggapan PBNU

Selain itu, Ketua Bidang Keorganisasian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ishfah Abidal Aziz meminta pihak-pihak politik tidak menyeret-nyeret Nahdlatul Ulama (NU) ke politik praktis. Hal ini disampaikan Ishfah merespons perwakilan tim bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan, Sudirman Said yang menyebut bahwa tokoh NU layak untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) Anies.

"(NU) Bukan organisasi politik. Jadi siapa pun, siapa pun dia, jangan kemudian menarik-narik NU ke ranah politik praktis," kata Ishfah beberapa waktu yang lalu.

Ia mengingatkan bahwa NU didirikan untuk memberikan dan mewujudkan kemaslahatan umat, menjunjung tinggi martabat manusia serta kemanusiaan.

Ishfah menegaskan bahwa NU tidak didirikan untuk masuk ke dalam ranah politik praktis.

Lebih lanjut, ia juga meminta pihak politik tidak perlu berharap dukungan warga NU terhadap tokoh tertentu. Apalagi, dengan menggandeng atau menarik tokoh NU masuk menjadi bagian politik praktis.

"Jangan kemudian mengharapkan warga NU itu akan berpihak kepada satu dua belah pihak hanya dengan menggandeng tokoh politik, hanya dengan menggandeng tokoh tokohnya," ujarnya.

Ishfah mengingatkan bahwa tokoh-tokoh politik hendaknya memiliki hubungan yang baik dengan warga maupun praktisi NU. Sebab, menurutnya warga NU pasti selalu merekam jejak perjalanan kehidupan bangsa dan negara.

Termasuk, apa saja yang dilakukan tokoh politik terhadap hidup berbangsa dan bernegara. "Kalau selama ini memusuhi warga NU, ya warga NU pasti akan merekam itu, memori itu pasti ada," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru