Mengenal Kue Lidah Kucing, Primadona Lebaran Warisan Kolonial

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Kita tentunya akrab dengan kue-kue saat lebaran, terutama berbagai jenis kue kering yang sebelumnya jarang tersaji di meja sepanjang tahun. Tradisi menyajikan kue-kue, terutama kue kering ini dianggap menjadi simbol kegembiraan serta kedamaian dalam perayaan suasana Idulfitri.

Baca juga: 9 Ide Konten Saat Lebaran yang Banyak Disukai Generasi Milenial

Tentunya, masyarakat sudah akrab dengan berbagai jenis kue kering paling populer yang selalu tersaji saat lebaran, dan bisa dibilang menjadi bestseller di toko-toko kue yakni kue lidah kucing. Kue yang memiliki nama asli langues de chat ini merupakan kue yang berasal dari Perancis dan memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang di daerah asalnya.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang dihimpun oleh Optika.id, Kamis (20/4/2023), kue ini di Indonesia dikenal dibawa oleh orang Belanda pada masa penjajahan kolonial.

Nama asli kue ini secara jelas merujuk pada negara asli pembuatnya. Langues de Chat ini juga berarti Lidah Kucing dan pertama kali dibuat pada abad ke-17 di Perancis sehingga menjadi populer di kalangan aristocrat serta bangsawan Eropa.

Seperti namanya, bentuk kue ini pertama kali juga dibuat mirip dengan lidah kucing yakni bentuk dan teksturnya tipis nan panjang serta rasanya gurih.

Pada perkembangannya, kue ini kemudian menyebar ke seluruh Eropa, termasuk ke Belanda yang membawanya ke Indonesia melalui pengaruh budaya kolonial pada masa lampau yang dikenal dengan kebudayaan Indis.

Belanda membawa kue lidah kucing ke Indonesia ini dengan Bahasa Belanda yakni Kattentongen yang secara harfiah memiliki arti yang sama yakni Lidah Kucing.

Baca juga: Asal Usul Membeli Baju Baru Jelang Lebaran, Begini Sejarahnya

Seiring berkembangnya jaman dan waktu, nama Kattentongen yang sulit dilafalkan mulai dilupakan oleh masyarakat Indonesia yang beradaptasi dengan kue tersebut. Tak seperti saudaranya yang lain yakni ananastaart atau nastar nanas dan kaastengels yang namanya mulai beradaptasi dengan versi ramah lidah Indonesia. akhirnya, Kattentongen pun diadaptasi sesuai dengan lidah orang Indonesia, yakni Lidah Kucing.

Kue lidah kucing, tak hanya mengalami perombakan dari segi penamaan saja, melainkan juga menyesuaikan dengan karakteristik yang berbeda dari versi aslinya dari Eropa. Lidah kucing Indonesia telah mengalami serangkaian modifikasi dengan berbagai cita rasa dan bahan-bahan lokal.

Berbeda dengan bentuk kue lidah kucing yang berasal dari Eropa, khususnya Perancis, di Indonesia kue lidah kucing bentuknya lebih pendek, lebar dan permukaannya agak kasar dengan rasa vanilla yang lebih dominan. Berbeda dengan Eropa yang memiliki bentuk yang panjang, tipis, dan permukaannya halus serta diberikan hiasan seperti kacang atau cokelat.

Baca juga: Mudik Jadi Sarana Healing Masyarakat Modern

Perbedaan modifikasi tersebut tentunya disebabkan oleh pengaruh budaya serta bahan-bahan lokal yang digunakan sesuai tempat dan wilayahnya.

Kue lidah kucing di Indonesia telah mengalami berbagai adaptasi dengan berbagai bahan lokal seperti mentega, tepung terigu, telur, gula dan vanilla dan disesuaikan dengan selera lidah orang Indonesia yang cenderung lebih suka dengan rasa manis yang pekat.

Kue lidah kucing menjadi salah satu kue kering yang paling disukai oleh masyarakat Indonesia, terutama pada Idul Fitri. Bahkan, saking populernya kue ini juga menjadi salah satu kue kering yang paling banyak dijual di pasar tradisional maupun modern di Indonesia.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru