Optika.id - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati tiap 2 Mei mendapatkan kejutan dari masyarakat, teurtama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Dalam peringatan Hardiknas tahun ini, FSGI menyebut ada sebanyak 15 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang Januari April 2023. Data tersebut tentu membuat miris sekaligus ironis.
Baca juga: Beasiswa Mahaghora Dibuka Sampai 26 Juli 2024
Dalam temuan FSGI, ada dua kasus anak korban kekerasan seksual yang dikeluarkan dari sekolah serta dipaksa untuk mengundurkan diri. Mirisnya, kasus serupa bukan pertama kali dan terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, ada pula ancaman putus sekolah bagi remaja perempuan yang hamil akibat hubungan konsensual di luar pernikahan.
Pada momentum peringatan Hardiknas tahun 2023 ini, FSGI mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk tidak mengabaikan pemenuhan hak atas pendidikan anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan anak-anak yang berhadapan/berkonflik dengan hukum," ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dalam siaran pers, Selasa (2/5/2023).
Sementara itu, ada sekitar 124 anak laki-laki maupun perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di tingkat satuan pendidikan. sementara ada sebanyak 15 pelaku yang seluruhnya merupakan laki-laki.
Dari seluruh data FSGI tersebut, ada satu kasus kekerasan seksual yang berbasis daring (KBGO). Kasus ini muncul pada awal tahun 2023 di Lampung. Pelaku menyasar anak-anak usia SD dan menelan korban sebanyak 36 anak. 22 dari 36 anak tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama tanpa memandang gender.
Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal FSGI menyebut pelaku melakukan aksinya melalui jejaring media sosial Facebook untuk menjerat korban yang rata-rata berusia 12 tahun. Modus yang dilakukan oleh pelaku yakni mengirimkan konten pornografi lewat grup WhatsApp yang dibentuk bersama dengan anak korban. Pelaku kemudian melakukan child grooming dan meminta anak korban melakukan video call dengan melapas pakaian mereka, lantas melecehkannya.
"Diduga kuat anak-anak sudah terpapar konten pornografi yang kerap dibagikan oleh pelaku di grup WhatsApp mereka," jelas Heru.
Baca juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
Melihat berbagai kasus yang ada, FSGI mendesak pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan anak korban kekerasan seksual dan anak yang berkonflik dengan hukum.
Lebih lanjut, menurut FSGI, korban perlu dilindungi dari perundungan agar tidak mengalami trauma untuk yang kedua kalinya. Maka dari itu, sekolah bisa memberikan akses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Di sisi lain, pihaknya juga mendorong penguatan kualitas pendidikan non-formal alih-alih formal. Tujuannya agar anak maupun remaja yang menjadi korban mau kembali bersekolah lewat jalur ini. Pun mereka bisa mendapatkan layanan pendidikan berkualitas yang inklusif serta sesuai dengan minat mereka tanpa khawatir stigma dan perundungan.
Baca juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional
Pasalnya, temuan FSGI menyebut pendidikan non-formal menjadi pilihan para anak dan remaja dengan kehamilan tidak diinginkan yang ingin bersekolah kembali.
Maka dari itu, FSGI mendesak agar pemerintah daerah semakin meningkatkan perlindungan bagi anak perempuan, khususnya mereka yang menjadi korban. Serta, dengan tegas memberikan hukuman pidana bagi para pelaku kekerasan seksual tanpa pandang bulu.
Selain pemerintah daerah dan pihak sekolah, FSGI juga mendesak Kemenag dan Kemendikbudristek untuk gencar melakukan sosialiasi serta implementasi kebijakan terkait dengan kasus penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan. hal ini diperlukan karena angka yang menjadi korban kian naik dari hari ke hari dan semakin mengkhawatirkan.
Terakhir, FSGI berharap agar Dinas Pendidikan melakukan kerja sama dengan pihak terkait untuk memberi layanan psikologi bagi korban kekerasan seksual. Kalau perlu, Fakultas Psikologi dari berbagai perguruan tinggi pun turut dilibatkan.
Editor : Pahlevi