Optika.id - Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Ratna Indrayanti menjelaskan bahwa saat ini tingkat pengangguran terbuka (TPT) usia muda menyentuh angka 20,6n TPT yang baru lulus mencapai angka 42,8%. Hal ini juga ditambah dari data Sakernas Agustus 2022 lalu yang menunjukkan lebih dari separuh atau sekitar 4,4 juta anak muda yang menganggur.
Baca juga: Menimbang Untung Rugi Magang Kampus Merdeka, Benarkah Efektif Atasi Pengangguran?
Sementara itu, lulusan baru atau fresh graduate yang memasuki angkatan kerja usia muda tidak memiliki pengalaman yang cukup sebelum lulus. Hal tersebut juga merupakan salah satu faktor mengapa tingkat pengangguran usia muda tinggi.
Mereka tidak memiliki bekal pengalaman kerja, kata Ratna dalam keterangannya, Selasa (9/5/2023).
Di sisi lain, Ratna menyebut jika selama ini ada stigma negatif bagi para pencari kerja yang masih belum mempunyai pengalaman kerja. Maka dari itu, para pemberi kerja yang harusnya memberi kesempatan bagi darah muda tersebut malah lebih memilih untuk merekrut lulusan yang memiliki pengalaman kerja sebelumnya.
Pengalaman sebagai bentuk akumulasiskillatauketerampilan yang membentukendowmentseorang individu, dan tidak ada jalan pintasnya, ucapnya.
Ratna pun menjelaskan ada berbagai isu yang melingkupi pengangguran usia muda ini. Menurutnya, dalam menghadapi kondisi pasar kerja yang amat dinamis, maka angkatan kerja juga dituntut untuk mempunyai keahlian multidisiplin.
Tak hanya itu, Ratna juga menyoroti tentang kualitas sumber daya manusia dan pendidikan di Indonesia. dia menilai jika kurikulum yang diajarkan serta tenaga pendidiknya masih belum sesuai serta memenuhi kebutuhan dunia industri dan usaha. Kemudian, sarana dan prasarana yang disediakan jauh dari kemajuan teknologi, soft skill yang rendah, serta tidak adanya kesesuaian dengan hard skill dan passion akan minat jurusan yang diambil dan terakhir masih belum sesuainya potensi permintaan dan ketersediaan lulusan.
Maka dari itu, imbuhnya, perlu adanya sinergi antara individu, dunia usaha, dunia pendidikan dan pemeirntah untuk menyelaraskan hambatan-hambatan di atas. Serta, dia mengingatkan agar para generasi muda terlebih dahulu membekali pengalaman kerja sebelum lulus serta memperbanyak keahlian.
Baca juga: Mahasiswa Aktif Berorganisasi, Penting atau Tidak?
Cara itu bisa ditempuh dengan mengikuti berbagai pelatihan yang relevan dengan keahliannya dan bidang pekerjaan yang bakal dituju.
Kesesuaian bidang keahlian dan bidang pelatihan yang diikuti dapat memperpendek lama mencari kerja, jelasnya.
Tak hanya dari sisi pencari kerja, Ratna juga menyarankan agar pemerintah menyediakan berbagai pelatihan yang responsive serta adaptif yang disesuaikan dengan permintaan pasar yang didalamnya termasuk potensi wilayah yang akan dikembangkan. Khususnya untuk tenaga pendidikan atau guru.
Pelatihan tersebut bisa berupa keterampilan seperti yang diadakan oleh negara lain seperti keterampilan berhitung, Bahasa, teknologi digital, menulis surat lamaran dan persiapan melakukan wawancara kerja. Hal ini penting dilakukan lantaran masih minimnya individu yang mengikuti pelatihan dan hal itu menunjukkan bahwa sistem pelatihan yang dikembangkan masih belum dapat menarik minat individu, bahkan Ratna menyebut jika program prakerja gagal menarik minat kawula muda.
Baca juga: Menteri Ketenagakerjaan Klaim Angka Pengangguran Turun
Tak hanya pelatihan saja, pemerintah juga harus memberikan panduan karir melalui website pasar kerja yang efisien dan interaktif. Hal ini dilakukan agar informasi pasar kerja bisa simetris dan diakses dengan mudah oleh siapa saja dan para pencari kerja difasilitasi dengan serangkaian konsultasi dengan tenaga konselor sebelum masuk ke dunia kerja.
Sementara itu, dunia industri dan usaha disarankan agar membuka kesempatan yang inklusif bagi pencari kerja baik yang sudah mempunyai pengalaman maupun yang belum mempunyai pengalaman kerja.
Dunia usaha dan industri, imbuh Ratna, alih-alih menuntut para pencari kerja atau pekerjanya untuk bisa multitasking, lebih baik memberi pelatihan dalam bentuk reskilling dan upskilling saja. Terutama kepada para pekerja yang akan diberhentikan oleh perusahaan dengan sebab-sebab tertentu misalnya kontraknya sudah habis. Hal ini bertujuan agar mereka mudah mendapatkan pekerjaan kembali serta mendapatkan keahlian baru yang berguna.
Lebih lanjut, sektor pendidikan pun mempunyai peran yang signifikan dengan melakukan tracer study atau perbaikan pendidikan dan database lulusan secara berkala. Diperlukan juga pembaharuan terkait validasi kurikulum secara berkala. Caranya yakni menjalin kerja sama dengan dunia industri dan usaha. selain itu, sektor pendidikan juga wajib menyediakan sesi konseling dalam pengambilan jurusan ketika ingin kuliah sehingga bidang keahliannya selaras dengan passion yang dimiliki.
Editor : Pahlevi