Optika.id - Pernyataan Denny Indrayana terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu berbuntut panjang. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) itu dilaporkan ke polisi oleh sejumlah pihak.
Baca juga: Mega Skandal Mahkamah Keluarga, Pintu Masuk Pemecatan Anwar Usman dan Presiden Jokowi
Melalui akun twitter pribadinya @dennyindrayana, dia mengaku mencermati munculnya beberapa laporan polisi atas informasi yang dia sampaikan terkait akan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu legislatif apakah proporsional tertutup atau proporsional terbuka.
Penjelasan lebih jauh soal kemungkinan putusan MK, dan bagaimana melihat kecenderungan posisi para hakim konstitusi, Insya Allah, akan saya sampaikan dalam analisis yang lebih panjang, kata dia, Senin (5/6/2023).
Denny mengaku hanya akan memberikan penjelasan terkait laporan yang dilayangkan kepada aparat kepolisian.
Menurutnya, terlepas adanya hak setiap orang untuk melaporkan ke polisi, dia berpendapat hak demikian mesti digunakan secara tepat dan bijak.
Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana, katanya.
Denny juga mengatakan, terlebih pembicaraan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik di mana instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi.
Informasi yang saya sampaikan kepada publik melalui akun sosial media adalah upaya saya mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi, sebelum dibacakan. Karena putusan MK itu bersifat final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum, katanya.
Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi, tambah dia.
Denny mengingatkan, masih segar dalam ingatan bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK. Ini karena memperpanjang masa jabatan pimpinan adalah problematik secara etika.
Baca juga: Denny Indrayana: Gibran Akan Jadi Cawapres Prabowo
Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri cs, katanya.
Denny berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke.
Bukan hanya dari partai dan Bacaleg, namun juga yang paling penting, mempengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka).
Karena sangat krusialnya putusan MK tersebut, dan tidak mungkin lagi ada koreksi setelah putusan dibacakan, maka pengawalan publik hanya mungkin dilakukan sebelum dibacakan.
Dengan mengungkap informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup, saya mengundang khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan tersebut. Jangan sampai putusan terlanjur ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem pemilu proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif, tambah dia.
Baca juga: Polri Akan Tangkap Harun Masiku, Begini Tanggapan Denny Indrayana
Denny berpendapat, untuk sistem peradilan Indonesia yang masih belum ideal, terutama karena masih rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan, menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja, tidaklah cukup.
Menurutnya, untuk memperjuangkan keadilan, harus ada kontrol melalui kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign).
Itulah strategi yang selalu kami jalankan di INTEGRITY Law Firm, karena argumentasi dan logika hukum semata, sayangnya tidak jarang dikalahkan oleh kekuatan logistik kekuasaan dan praktik mafia peradilan, katanya.
Denny mengaku akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan. Namun, dia ingin proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebebasan berbicara dan berpendapat, sebagaimana saat ini nyata-nyata dialami Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Jika prosesnya bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis, maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kedzaliman dan melawan hukum yang disalahgunakan, katanya.
Editor : Pahlevi