Mengenal Celebrity Worship dan Komunitas Fans yang Tak Toxic

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Kita acap kali melihat di media sosial orang-orang yang gemar dengan idola mereka. Entah itu grup band, aktor, maupun yang lainnya. Perilaku para fans atau penggemar ini beragam jika berkaitan dengan idolanya. Bahkan, tak jarang menjurus ke arah fanatisme.

Baca juga: Waspadai Tiga Kebiasaan Beracun yang Bisa Rusak Mental Diri Sendiri

Menurut Psikolog dari komunitas Wefanpsyou, Fariza Nur Shabrina, perilaku penggemar ini dapat dikatakan kurang sehat secara psikologis apabila kebiasaannya sudah mengganggu kehidupan sehari-hari. Dan fenomena ini banyak terjadi di belahan dunia, tak hanya Indonesia saja.

Misalnya, enggak berhenti lihat layar karena harusrefreshvideo supayaviews-nya naik. Atau sampai ngutang buat beli album atau tiket konser, jelas Riza sapaan akrabnya, dalam keterangannya, Sabtu (10/6/2023).

Riza pun menjelaskan tentang celebrity worship yang merupakan satu teori psikologi yang kerap digunakan untuk menjelaskan perilaku para penggemar ini. Teori tersebut menjelaskan mengenai kondisi ketika penggemar sudah sangat mengagami idolanya bahkan bertindak di luar batas wajar.

Dalam teori tersebut, perilaku penggemar dibagi ke dalam tiga kategori. Yang pertama, seorang penggemar hanya menyukai karya atau kemampuan idolnya. Kedua, mereka tertaik dengan karakter sang idola sebagai individu dan mulai membangun ketertarikan.

Kemudian memasuki tingkat ketiga, para penggemar mulai menghabiskan banyak waktu untuk idolanya di luar batas wajar. Hal itu kemudian menyebabkan mereka tidak bisa melihat kehidupan lain selain dari idolanya dan terpusat menjadi penggemar untuk idolanya.

Kendati demikian, dirinya tetap menekankan bahwa setiap orang memiliki tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Baca juga: Jangan Salah Istilah, Ini Perbedaan Antara Inner Child dan Childish

Seberapa obsesif pun aku kelihatannya di mata orang lain, tapi kalau itu masih enggak mengganggu kehidupan sehari-hari dan aku masih bisa menyeimbangkan kehidupanku yang lain, berarti itu enggak masalah, kata Riza.

Riza menjelaskan bahwa maraknya cerita penggemar yang obsesif dan fanatic bahkan sampai melakukan fan war atau perang antar penggemar bisa memunculkan stigma tertentu untuk para penggemar itu sendiri. Akibatnya, berita yang kerap muncul ke permukaan adalah berita buruk tentang para penggemar karena tindakan berlebihan tersebut.

Padahal, imbuh Riza, ada banyak hal positif yang bisa didapatkan ketika seseorang menjadi penggemar atau dari penggemar itu sendiri. Oleh sebab itu, hal inilah yang membuat pihaknya mendirikan komunitas Wefanpsyou.

Harapannya untuk membantu. Enggak hanya untukfansagar tahu bagaimana perilakufansyang sehat atau bijak. Tapi, juga membantunon-fansuntuk paham bahwa sebenarnya duniafansitu enggak selamanya seburuk stigma yang ada, papar Riza.

Baca juga: Caleg Gila dan Antisipasi Dini Gangguan Psikologis

Sebagai informasi, komunitas Wefanpsyou ini telah berdiri sejak 2020 silam dan diprakarsai oleh Afini Wirasenjaya, Annisa Mega Radyani, dan Nadia Desita Siregar. Sama seperti Riza, ketiganya merupakan lulusan S2 Psikologi Universitas Indonesia.

Sejak berdirinya komunitas ini, Riza mengklaim sudah banyak yang teredukasi karena komunitas ini memberikan psikoedukasi yang tidak menghakimi melalui sosial media mereka. Tak hanya itu, mereka juga rutin menggelar webinar yang membahas tentang psikologi dan kultur penggemar itu sendiri.

Kenapa jadifansbisa menyenangkan? Karena setiap dari kita punya motivasi sendiri ketika sudah ngefans, pungkas Riza.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru