Optika.id - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengkritik pertemuan kedua antara Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani, dengan Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Baca juga: PDIP Tegaskan Tak Kekurangan Stok Pemimpin untuk Pilkada Jawa Tengah
Natalius Pigai menanggapi hal tersebut melalui akun Twitter pribadinya. Dalam cuitannya, ia menunjukkan kekagumannya terhadap AHY dan Partai Demokrat.
Natalius Pigai juga menyatakan bahwa AHY perlu belajar dari Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dalam menghadapi "jebakan" dari PDIP.
"Saya menyukai AHY dan Partai Demokrat. Mas AHY perlu belajar dari Prabowo. Prabowo telah dijebak oleh mereka tiga kali, mereka menipu Prabowo, Prabowo terjebak oleh PDIP," ujar Natalius Pigai dari akun Twitter pribadinya @NataliusPigiai2 pada Rabu (21/6/2023).
Lebih lanjut, Natalius Pigai juga mengecam PDIP, menyebut mereka haus akan kekuasaan, munafik, dan menggunakan tipu muslihat.
"Pak SBY menjadi Presiden selama dua periode karena melawan Megawati dan PDIP. PDIP haus akan kekuasaan, munafik, dan menggunakan tipu muslihat," tambahnya.
Baca juga: Ini Kata PDIP Soal Pelegalan Politik Uang di Pemilu
Sementara itu, terkait adanya kesepakatan Puan Maharani dan AHY untuk bertemu kembali, hal ini terlihat dari pernyataan Puan Maharani.
Seperti yang dilaporkan oleh Merdeka, Puan Maharani berharap pertemuan mereka tidak berhenti hanya sampai hari ini.
"Kami sepakat bahwa ini tidak boleh berhenti di sini," kata Puan dalam konferensi pers setelah pertemuan pada Minggu (18/6/2023).
Baca juga: PDIP Tugaskan Ganjar untuk Pemenangan Pilkada Serentak
Puan menjelaskan bahwa dalam politik, bicara hanya sekali pertemuan tidaklah cukup. Politik bersifat dinamis, sehingga dibutuhkan waktu dan diskusi yang berkelanjutan untuk mencapai kesepahaman.
Tanpa itu, miskomunikasi dapat terjadi. Oleh karena itu, PDIP dan Partai Demokrat berharap akan ada pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya.
"Meskipun ini mungkin pertemuan pertama, tetapi Insya Allah bukan yang terakhir," tegasnya.
Editor : Pahlevi