Optika.id - Bagi anak-anak, memasuki tahun ajaran baru menjadi periode yang menantang buat mereka karena harus kembali menyesuaikan diri dengan rutinitas sekolah dan tugas-tugasnya pasca libur panjang. bagi sebagian anak, kembali ke sekolah setelah melalui fase libur panjang bisa menimbulkan stress dan kekhawatiran.
Baca juga: Mayoritas Siswa Pedesaan Alami Ketertinggalan Belajar
Mengutip dari laman School House, Minggu (16/7/2023), sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Institutes of Health (NIH) menemukan bahwa anak-anak rentan mengalami tingkat stress yang tinggi pada awal tahun ajaran baru. kondisi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap risiko kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Tak hanya itu, studi lainnya juga menyinggung mengenai pentingnya dukungan sosial bagi anak-anak agar mengurangi stress mereka tatkala menghadapi ajaran baru. faktor-faktor tersebut antara lain dukungan dari keluarga, guru, maupun teman sebaya. Dukungan tersebut bisa membantu mengurangi stress pada anak-anak serta meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
Kondisi mental demikian bisa mempengaruhi anak-anak, terutama cara anak belajar, berperilaku, serta menangani emosinya. Dengan kata lain, dampak tersebut tidak hanya terjadi pada perkembangan mental dan emosi anak-anak semata, melainkan juga pada kualitas hidup mereka.
Kembali ke sekolah, bisa membuat anak-anak sangat stress. Oleh sebab itu, Optika.id merangkum beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam membantu serta memudahkan transisi anak kembali ke sekolah serta melindungi kesehatan mental buah hati.
Memahami Perasaan Anak
Adalah hal yang normal tiap orang mengalami kecemasan. Kecemasan sendiri merupakan pengalaman emosional yang bisa dirasakan oleh siapa saja. Tak terkecuali anak-anak. Para orang tua harus mau mengaku dan menerima kecemasan dari anak-anak agar bisa mendukung kesehatan mental mereka.
Langkah pertama untuk memahami kecemasan anak ini yakni kenalkan pada anak tentang kecemasan dan bagaimana tubuh serta pikiran mereka bereaksi terhadap situasi yang menegangkan. Berikan pemahaman pada buah hati bahwa kecemasan merupakan reaksi yang normal, serta berikan dukungan dan strategi untuk menghadapinya.
Langkah selanjutnya adalah lakukan kegiatan bersama yang bisa mengurangi kecemasan anak seperti menekuni hobi, seni, musik, membaca, atau olahraga yang menyenangkan. Aktivitas tersebut berguna agar perhatian anak-anak teralihkan dari rasa khawatir yang berlebihan serta bisa meningkatkan kesejahteraan mental anak-anak.
Baca juga: Kesenjangan Belajar Siswa Indonesia Diakibatkan Kerentanan Berlapis, Apa Solusinya?
Adanya Lingkungan Kondusif yang Mendukung
Untuk membantu anak merasa nyaman serta membuat mereka lebih terbuka dalam membagi perasaannya, maka ciptakanlah lingkungan yang aman, nyaman, terbuka dan penuh dukungan yang hangat. Pastikan si anah tahu bahwa mereka telah siap dan bisa mendiskusikan kecemasan mereka dengan orang tua atau orang dewasa yang mereka percaya.
Sebaliknya, jangan memaksa anak-anak untuk berbicara tentang perasaan mereka apabila mereka merasa belum siap. Kendati demikian, tetaplah terbuka untuk mendengarkan keluh kesah anak ketika mereka ingin berbagi.
Orang tua bisa membuat waktu khusus untuk berbicara dengan anak-anak sehingga mereka merasa didengarkan dan bisa mendapatkan dukungan yang mereka perlukan.
Jangan Terpaku Pada Kegiatan Akademik
Baca juga: Mengapa Kekerasan di Sekolah Terus Berulang dan Seolah Dibiarkan?
Langkah berikutnya adalah pastikan bahwa anak-anak memiliki waktu yang luang untuk bermain karena bagi anak-anak, memiliki rutinitas yang teratur dan seimbang antara belajar dan bermain itu penting. Orang tua bisa mendukung kegiatan yang mendukung mental, fisik dan emosional anak.
Bagi waktu antara bermain dan olahraga teratur untuk menghilangkan stress pada anak dan memberikan istirahat mental dari sekolah dan kecemasan yang terkait. Dorong dan dukung anak anda untuk ikut serta dalam aktivitas yang mereka sukai secara pribadi baik membaca, membuat makrame atau kerajinan tangan dan menghabiskan waktu di luar bersama-sama.
Apabila buah hati Anda memakai ponsel, maka pantau dan batasi waktu yang dihabiskan oleh anak-anak di gawai masing-masing. Apabila anak terlalu banyak terpapar layar dan radiasinya, hal itu bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka.
Selanjutnya, pastikan anak-anak juga memiliki waktu yang cukup untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sekitar dan menjalin hubungan sosial.
Editor : Pahlevi