Optika.id - Masalah anak-anak Indonesia saat ini yang membuat mereka rentan adalah kesenjangan hasil belajar. Direktur Program INOVASI, Mark Hayward mencontohkan kerentanan kesenjangan tersebut misalnya anak yang berasal dari keluarga miskin, pendidikan orang tua yang terbatas, dan penyandang disabilitas. Ditambah kebiasaan memakai Bahasa daerah sehingga membuat kesulitan untuk berbahasa Indonesia.
Alhasil, kerentanan tersebut saling berkaitan serta memperdalam kesenjangan pembelajaran dan membuat potensi anak-anak di bidang pendidikan pun terhambat.
Baca Juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
"Ini namanya interseksi antarkerentanan anak. Ini realitas kita," ujar Mark dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Rabu (27/9/2023)
Adanya interseksi tersebut, imbuhnya, ditunjukkan oleh hasil studi yang dimuat dalam buku yang digarap oleh INOVASI bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) selama tiga tahun terakhir bertajuk Bangkit Lebih Kuat.
Berdasarkan studi tersebut, tingkat kesenjangan pembelajaran yang tinggi sejalan dengan banyaknya kerentanan yang dimiliki oleh siswa. Dibandingkan dengan standar kompetensi literasi global, 37% siswa kelas awal berhasil mencapai standar sementara itu, di kalangan siswa yang tidak lancar berbahasa Indonesia, tercatat sebanyak 32% yang berhasil mencapai standar.
Selanjutnya, hanya 24% kalangan siswa yang tidak lancar berbahasa Indonesia dan tinggal di pedesaan yang mencapai standar. Lalu, hanya 8% saja siswa yang mencapai standar literaasi global di kondisi tidak lancar berbahasa Indonesia, tinggal di pedesaan dan menyandang disabilitas.
Baca Juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional
Mark menyebut bahwa kesenjangan itu diperburuk dengan adanya pandemi. Satu tahun pandemi itu menyebabkan siswa kehilangan pembelajaran alias learning loss selama enam bulan untuk kompetensi literasi. Hal ini diperburuk dengan kehilangan selama lima bulan untuk kompetensi numerasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendati demikian, pasca dua tahun melalui pandemic, studi menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan. Siswa dapat mengejar pembelajaran yan setara dengan dua bulan ketertinggalan.
Menurut Mark, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mempercepat pemulihan ini di antaranya mengubah proses mengajar guru yang lebih adaptif terhadap kebutuhan siswa, apalagi kebijakan dan masyarakatnya harus berorientasi pada siswa.
Baca Juga: FSGI Koreksi Visi Misi Capres Terkait Pendidikan
"Masyarakat, orangtua, dan pihak lainnya juga sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung," tutup Mark.
Editor : Pahlevi