Online Scamming Berujung TPPO, Kemenlu Edukasi Gen Z

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Pertumbuhan industri teknologi dan informasi kian pesat dan memudahkan manusia dalam bekerja, maupun kesehariannya. Namun, perkembangan tersebut bagaikan pisau bermata dua lantaran bisa menimbulkan dampak negatif seperti tindak kejahatan scamming atau penipuan.

Baca juga: Marak Pencurian Identitas Untuk Pinjol, Ini Tips Amankan Data Pribadi dari Pakar UGM

Oleh sebab itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melakukan edukasi dan sosialisasi kepada mahasiswa mengenai bahaya perekrutan di industri online scamming saat ini.

Menurut Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha, apabila ditilik dari catatan Kemenlu, sejak tahun 2021 muncul tren kasus perekrutan WNI untuk dipekerjakan pada industri online scamming kemudian menjadi korban perdagangan orang. Proses perekrutan tersebut, menurut Kemenlu, terindikasi sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Modus baru tersebut membesar pada 2022 dan meluas ke negara-negara Asia Tenggara lainnya, ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Optika.id, Sabtu (22/7/2023)

Di sisi lain, Judha juga menjelaskan bagaimana upaya yang ditempuh oleh pemeirntah dalam menangani kasus dampak perekrutan di industri online scamming ini.

Misalnya, Kemenlu menerjunkan enam gelombang tim perbantuan teknis untuk menanangani kasus online scamming berujung TPPO di Kamboja serta memperkuat KBRI Phnom Penh.

Tercatat sebanyak 422 pekerja migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan dalam 11 gelombang pemulangan ke tanah air sejak Agustus hingga Desember 2022. Dalam proses penanganan kasus di Kamboja tersebut, sebanyak enam miliar rupiah anggaran negara digelontorkan.

Baca juga: Modus Pelaku TPPO Gaet Mangsa Lewat Medsos

Online scamming ini bekerja ketika WNI disesatkan oleh berbagai iklan pekerjaan di platform media sosial. Judha menjelaskan jika saat itu mereka ditawari untuk bekerja di perusahaan scam online dan beebrapa orang Indonesia direkrut oleh kerabat mereka, termasuk tetangga maupun anggota keluarganya.

Setelah jatuh ke dalam perangkap, korban dipaksa bekerja di lingkungan kerja yang tidak menguntungkan dan dipaksa bekerja hingga 16 jam sehari dengan target tertentu, kata Judha.

Sejak tahun 2022 silam hingga Mei 2023 kemarin, Kemenlu mencatat 1.233 kasus online scamming di Kamboja, 469 di Filipina, 276 di Laos, 205 di Myanmar, 187 di Thailand, 34 di Vietnam, 30 di Malaysia dan 4 di Uni Emirat Arab (UAE).

Baca juga: KemenPPPA: Cegah TPPO Bisa dengan Pemberdayaan Ekonomi

Kebanyakan dari korban kasus perekrutan ini merupakan genearsi Z yang melek teknologi baik dair kelompok menengah berpendidikan namun pengangguran.

Terakhir, Judha memberikan pesan kepada masyarakat agar selalu berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan. Masyarakat harus bisa memproyeksikan kesulitan yang dihadapi apabila sudah terjebak dalam jeratan skema online scamming, apalagi di negara orang.

Tak hanya itu, dia mewanti-wanti agar masyarakat selalu memastikan perusahaan mempunyai status badan hukum yang sah dan mengantongi izin terkait. Selalu pelajari dulu isi dari kontrak kerja yang mengatur tentang hak dan kewajiban yang jelas. Serta tawaran gaji logis, tidak bombastis dengan syarat ringan.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru