Optika.id - Kondisi El Nino tahun ini terdapat banyak keunikan. Hal tersebut diutarakan oleh Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan. Keunikan yang dimaksud adalah mengenai prediksi pergeseran puncak El Nino yang terjadi pada bulan September hingga Oktober 2023. Keunikan tersebut dia simpulkan dari kajian berbagai literature ilmiah yang dia lakukan.
Baca juga: Saling Klaim Kemenangan Pemilu Tak Menguntungkan Masing-Masing Pihak
"El Nino tahun 2023 tergolong unik karena puncaknya diduga bakal terjadi akhir September atau awal Oktober 2023, jelas dia dalam keterangan tertulis yang dikutip Optika.id, Kamis (3/8/2023).
Puncak El Nino menurutnya tidak akan terjadi pada Bulan November atau Desember seperti pada umumnya. Tak hanya itu, durasi El Nino tahun ini pun relative pendek.
Kendati demikian, Eddy menyebut bahwa di beberapa wilayah timur Indonesia, dampak El Nino sudah mulai terasa. Bahkan, indikasi kebakaran hutan atau karhutla sudah mulai terlihat, pun kemarau basah kecil kemungkinan terjadinya.
Apabila ditilik dari berbagai sumber, dia menilai El Nino tahun ini berada pada kisaran 0 1,5. Sementara itu, berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG), intensitas El Nino adalah 0 yang termasuk intensitas netral sedangkan 1,5 termasuk intensitas moderat.
Eddy pun mengingatkan bahwa berbagai pihak harus tetap waspada akan El Nino lantaran El Nino diprediksi akan berlangsung secara stabil sejak akhir Agustus hingga akhir Desember tahun ini dengan probabilitas sekitar 90 hingga 100%.
Dalam keterangan yang sama, Fadli Syamsudin selaku Koordinator Pelaksana Fungsi Direktorat Kebijakan Lingkungan Hidup, Kemaritiman, Sumber Daya Alam, dan Ketenaganukliran BRIN mengingatkan kepada pemerintah agar selalu waspada dan siap mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh El Nino.
Baca juga: Pengambilan Air Tanah Berlebih Akibatkan Banjir Rob dan Penurunan Tanah
Pasalnya, saat ini sudah terlihat di sebagian wilayah timur Indonesia yang mengalami kekeringan dan berdampak cukup signifikan pada sektor pertanian kendati dampak tersebut belum merata dirasakan oleh wilayah Indonesia lainnya.
"Kami berusaha membantu untuk mengambil case area, salah satunya dengan melihat informasi prediksi iklim ke depan, dan bekerjasama yang kaitannya dengan komunitas-komunitas pertanian," papar Fadli dalam keterangan yang sama.
Di sisi lain, Peneliti PRIMA BRIN lainnya, Edvin Aldrian menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengobservasi kondisi El Nino yang mulai melanda wilayah Indonesia yang terlihat dari kenaikan suhu muka air laut hingga di atas rata-rata normalnya.
Baca juga: Peserta Pemilu 2024 Diminta Edukasi Masyarakat Soal Quick Count
Meskipun beberapa wilayah di Indonesia mengalami cuaca yang tidak merata, dia mengingatkan bahwa perbedaan dampak iklim yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh El Nino, namun juga pemanasan global. Apabila intensitas dari El Nino melemah, maka pemanasan global akan mengambil alih perannya dan membuat dampak iklim lainnya.
Duet kombo El Nino dan pemanasan global inilah yang menjelaskan mengapa di beberapa wilayah Indonesia masih terjadi hujan dan hawa dingin kendati sudah memasuki musim kemarau.
"Ini yang jadi pertanyaan di Indonesia kenapa masih terjadi hujan," jelasnya.
Editor : Pahlevi